Melukis di atas kanvas dengan kuas? Sudah biasa. Dengan sidik jari manusia nya langsung? Wah itu baru unik dan luar biasa.
Adalah seorang pelukis asli kelahiran Denpasar yang lahir pada 04 Juli 1936 di Puri Pemecutan ketika mulai duduk di bangku SLTP sudah menekuni kegiatan seni melukis. Kecintaannya pada seni lukis melahirkan ide besar untuk bisa melukis dengan menggunakan langsung sidik jarinya sendiri. Menurut beliau, jika kita menulis dengan kuas, maka aliran inspirasi, ruh dan aura hanya berhenti pada satu titik yakni kuas. Berbeda bila melukis langsung memanfaatkan sidik jari, semua ruh , jiwa aura lukisan akan langsung bersentuhan dengan pelukis. Inilah yang menjadi hasrat I Ngurah Gede Pemecutan untuk memulai lukis dengan sidik jari.
Siang ini 13/10/2014, penulis berkesempatan untuk mengunjungi museum lukisan Sidik Jari Ngurah Gede Pemecutan di Jalan Hayam Wuruk Denpasar. Letaknya berdekatan dengan lokasi Mangsi Coffee yang pernah saya kisahkan di Kompasiana.
Museum Tampak dari Jalan Hayam Wuruk Denpasar (Dok. Pri)
Walau tidak ada biaya tiket masuk ke museum, ternyata museum ini sepi pengunjung. Hanya saya saja yang hari ini ternyata berminat untuk masuk ke dalam museum. Belum begitu besar minat dan antusiasme warga sekitar Denpasar untuk mengunjungi museum ini.
Didampingi seorang pemandu yang baik hati dan ramah, saya mulai memasuki ruangan pertama Museum Lukisan Sidik Jari ini.
" Awal pembuatan lukisan adalah dengan memberi warna dasar dari lukisan tersebut. Tema akan mempengaruhi warna dasar. Selanjutnya mulailah Pak Ngurah akan menuangkan ide dengan mencelupkan jarinya ke dalam wadah cat.", jelas mas pemandu museum pada saya.
"Pembuatan lukisan Perang Puputan ini 18 bulan baru jadi. Tergantung tema dan mood dari Pak Ngurah untuk melukis.", sambung mas pemandu lagi pada saya.
Di atas kanvas berukuran 150 cm x 300 cm menggunakan cat air, Bapak Ngurah Gede Pemecutan berhasil mendeskripsikan sebuah perang besar habis-habisan (puput) antara Kerajaan Pemecutan melawan Kolonialisme Belanda pada tanggal 20 September 1906. Dalam lukisan bisa terlihatprajurit Pemecutan keluar dengan mengusung Raja Pemecutan dalam sebuah tandu dengan payung kebesaran. Tak lupa juga bayi mereka dibawa turut dalam peperangan. Dalam lukisan terlihat pula, ada seorang ibu bersembunyi di bawah sebuah pohon dengan menggendong bayinya. Senjata tentara Belanda berlaras panjang, sedang prajurit Puri Pemecutan dengan pedang dan peralatan perang sederhana seperti tombak, belati dan parang. Dikisahkan, akhirnya semua prajurit dan anggota keluarga kerajaan tewas dalam peperangan tersebut, kecuali dua bayi saja yang selamat. Kedua bayi inilah yang kelak dikenal sebagai Tjokorda Pemecutan sebagai penerus kerajaan Pemecutan hingga sekarang.
Ada sebuah puisi yang ditulis oleh Ngurah Gede Pemecutan untuk melukiskan perasaannya mengenang Perang Puputan tersebut.