3 Tipe Wakil Rakyat Sebagai Pelayan Rakyat
Alkisah hiduplah seorang raja bijak yang dicintai rakyatnya. Raja merasa beryukur karena hidup di istana yang dikelilingi para pegawai nya yang setia. Bukan hanya itu, mereka senantiasa berupaya memenuhi semua keperluan raja dengan sebaik mungkin. Hingga suatu ketika, di siang hari yang terik, sang raja memanggil tiga pelayan istana yang setiap hari bertugas sebagai penerima tamu kerajaan.
“Wahai Baginda, kami menghadap. Apa yang Baginda inginkan dari kami ?” tutur para pelayan raja ini.
“Baik pelayanku. Aku minta kepada kalian bertiga untuk masing-masing mengambil sebuah karung dan setelahnya pergilah ke kebun buah-buahan yang berjarak seratus tombak dari istana. Lantas penuhi karung kalian dengan buah-buahan yang baik,” raja memberikan perintahnya.
Ketiga pelayan itu terheran-heran. Dalam hati mereka bertanya, untuk apa sang raja memberikan perintah itu. Di siang hari bolong, terik menerpa bumi, dan mereka harus keluar dari istana yang sejuk.
“Mohon maaf, Baginda Raja. Boleh kami bertanya ?”, seorang pelayan memberanikan diri bertanya. ”Silahkan”, sang raja mempersilahkan.
“Sekali lagi, maaf Baginda. Untuk apa buah-buahan yang akan kami kumpulkan nanti ? Bukankah persediaan kita masih lebih dari cukup ? Sebenarnya pekerjaan ini bukanlah pekerjaan kami. Dan kami tidak memiliki pengalaman dan keahlian dalam memilih buah-buahan yang terbaik”, demikian pelayan istana berusaha menyelidiki keinginan sang raja yang dirasanya aneh itu.
“Kerjakan saja apa perintahku”, sang raja menjawab sambil berlalu meninggalkan ketiga pelayannya yang masih terbengong-bengong.
Segera ketiga pelayan itu meninggalkan kerajaan dengan raut wajah yang berbeda satu sama lain , menunjukkan variasi sikap dan gaya terhadap kewajiban baru yang diembannya.
#Pelayan 1
Sangat tidak bahagia. Ia kesal dengan perintah Raja. Wajahnya cemberut, hatinya bergejolak keras. Ia menganggap baginda raja hanya iseng dan usil saja. Perintah yang tidak bermakna apapun selain hanya ingin ngerjain pelayan saja. Karena sikap marah dan malas atas perintah itu, si pelayan tidak mau bersusah payah. Ia mengisi karungnya hanya dengan rerumputan hijau yang tumbuh di lapangan hijau dekat istana. “Heleeh, raja tidak akan pernah mengechek. Dia paling tahunya beres saja,”, hati kecil pelayan ini berkata.
#Pelayan 2
Wajahnya sedikit agak serius. Ia merasa, raja hanya memberikan perintah yang tidak terlalu penting. Namun bila tidak dijalankan, dia juga khawatir bahwa raja akan murka kepadanya. Akhirnya ia mengisi karungnya dengan buah-buahan yang bervariasi kualitasnya. Ada yang busuk dan ada yang segar. Buah-buahan segar diletakkan di atas buah-buahan yang busuk. “Rasanya, kalaupun raja akan memakannya, tak mungkin semuanya dihabiskan. Biarlah sebagian saya beri buah busuk dan hitam. Mudah-mudahan raja hanya melihat bagian atasnya saja”.
#Pelayan 3
Wajahnya penuh semangat. Dengan suka cita ia mengisi karungnya dengan penuh buah-buahan segar dan manis. Terbaik kualitasnya. Walaupun butuh waktu lama untuk memilah dan memilih buah-buahan berkualitas segar. Ditepisnya semua keletihan fisik dan penatnya pikiran. “Meski tidak jelas tujuan baginda raja kepada ku atas semua ini, tidak mengapa. Aku selalu berusaha yang terbaik. Karena kewajibanku melayani raja dengan sepenuh hati. Ini sudah panggilan jiwaku. Sudah terlalu banyak kebaikan raja yang sudah diberikan kepadaku. Saatnya menunjukkan bukti cinta dan syukurku padanya,” bisik suara hati pelayan keren ini.
Selesai dengan tugas mereka, ketiganya pun kembali menghadap sang raja. Namun alangkah terkejutnya mereka, karena sang raja tiba-tiba memerintahkan para pengawal raja untuk menangkap ketiga pelayan tersebut dan menjebloskannya kedalam penjara. Tidak tanggung-tanggung, ketiganya harus hidup selama sebulan di penjara dan hanya boleh diberi minum dan tidak boleh diberi makan. Mereka hanya boleh memakan buah-buahan hasil pencarian mereka saja yang sudah berada dalam karung masing-masing.
Pelayan #3 merasa tenang dan santai saat membayangkan selama sebulan hidup di penjara. Tentu karena karungnya berisi buah-buahan yang segar, dan cukup untuk sebulan.
Pelayan #2 menunjukkan wajah penyesalan. Terbayang ia hanya bisa makan buah yang segar saja. Ia lemparkan buah yang busuk dan hitam ke lubang tikus karena khawatir sakit jika memakannya. Ia keluar dari penjara setelah sebulan dalam keadaan kurus kering karena menahan lapar setelah kehabisan buah-buahan segar.
Pelayan #1 hidup di penjara dalam keadaan lapar dan sengsara selama sebulan. Tak ada yang bisa dimakan dalam karungnya melainkan rumput-rumputan hijau yang tidak pernah bisa dicerna kecuali ia memiliki 4 lambung seperti sapi. Akhirnya ia mati sia-sia dalam penjara.
----------oOo--------
Tugas utama seorang wakil rakyat di parlemen sebenarnya adalah melayani rakyatnya. Mengikut Kamus Besar Bahasa Indonesia, melayani diartikan sebagai membantu menyiapkan (mengurus) apa-apa yang diperlukan seseorang ; meladeni. Jadi wakil rakyat bertugas mengurus semua keperluan dan kepentingan rakyat yang diwakilinya dalam semua skala prioritas dan keadaan.
Tidak dapat disangkal bahwa setiap pelayanan yang diberikan tentu didasari pada motif-motif tertentu. Penelitian yang dilakukan David Schroeder, professor psikologi Universitas Arkansas mengungkap adanya 2 motif dasar seseorang dalam memberikan pelayanan kepada orang lain.
#1 Mengharap balasan atas pelayanan yang diberikan
#2 Merasa dapat kepuasan diri atau berharap terhindar dari perasaan bersalah akibat ketidaksudian melayani sesama.
Dalam istilah lain, motif #1 adalah do out des (saya memberi agar engkau memberi). Melayani sekedar bagian sebab-akibat yang rigid semata. Melayani dengan pamrih, bahasa umum menyatakan.
Sedang motif #2 lebih pada dimensi psikologis. Dimana pelayanan dinisbatkan pada ketulusan. Meski dalam konteks ini, ia tidak bisa dipisahkan dari spirit do out des. Karena sesungguhnya pelayanan dengan motif ini mengharapkan hadirnya efek psikologis bagi pemberi pelayanan. Rasa puas dan bangga pada diri sendiri karena kemampuan melayani. Pada satu titik , motif ini akan menghantarkan setiap individu pada satu sikap angkuh dan egoistik bahkan lebih berbahaya dibandingkan pelayanan yang didasari motif pertama.
Di luar kedua motif tersebut, masih ada motif lainnya, yakni pelayanan yang direkatkan kepada dimensi spiritualitas. Dimana jerat-jerat materialistis dan psikologis semu berupaya disingkirkan. Di sinilah esensi pelayanan menemukan konteks sejatinya.
Sayangnya, perjalanan hidup ini tak pelak telah mengkaburkan makna atau esensi dari pelayanan. Terlalu banyak dalih yang merasionalisasikan atas ketidakhadirannya. Itulah sebab, saatnya kita menumbuhkan keberanian untuk menjadi rendah hati. Keberanian untuk membebaskan ego pribadi dari mempertahankan eksistensi diri yang sempit.
Untuk sampai ke sana, para wakil rakyat dan tentunya diri kita sangat memerlukan 3 titian yang lama tak kita lewati.
#1 adalah Titian Memberi Diri. Tugas pertama wakil rakyat adalah memberi diri. Tidaklah mungkin orang mau melayani, namun pada saat yang sama ia tidak mau memberi diri. Disinilah laboratorium kehidupan difungsikan guna mencapai puncak kedewasaan spiritual. Dan pengejewantahannya terlihat dari seberapa jauh dari setiap kemampuan memberikan layanan terbaik bagi rakyat atau siapapun yang hadir di sepanjang kehidupan.
Dengan memberi diri, setiap diri akan mampu merasakan kehadirannya sendiri. Menghantarkan pada esensi kesejatian. The best way to find yourself is to lose yourself in the service of others. Karena sungguh sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya.
#2 adalah Titian Hati. Melayani adalah bahasa jiwa. Berasal dari hati dan dirasakan pula oleh hati. Ia tidak akan melukai badan seseorang. Tidak mengenyangkan perut seseorang tetapi lebih menyenangkan daripada sepiring nasi goreng spesial. Pelayanan tulus dari hati akan menyenangkan bagi siapa saja yang menerimanya. Bagi seorang wakil rakyat, sungguh tidaklah berarti keahliannya, keilmuannya yang hebat tanpa program kerja dan visi misi yang jelas dan akuntable . Tidaklah pula berarti program kerjaya berarti dan bermakna tanpa adanya dukungan penuh dari semua elemen rakyat . Dan akhirnya akan sia-sia semua keilmuan dan keahlian seorang wakil rakyat tanpa adanya pelayanan terbaik kepada para pendukungnya yakni rakyat.
Di sinilah kesadaran melayani telah menyatu dengan diri. Hati mampu menggerakkan diri untuk memberi, bahkan yang tidak harus diberi. Memberi apa yang tidak perlu diberi. Dan memberi karena memang ingin memberikan. Memberi sebagai bahasa jiwa. Itulah pelayanan prima.
Bagi wakil rakyat yang memahami makna melayani maka ia pasti akan mengerti betapa banyak kegembiraan yang akan mereka terima dari melayani orang lainnya. Memberi pelayanan adalah membuka hati dan memenuhi jiwa.
#3 adalah Titian Kehendak Ilahi. Bahasa lugas menyatakan bahwa tidaklah kehadiran setiap diri kecuali untuk menjalani penghambaan kepadaNya. Karenanya, melayani sesama menjadi ungkapan persembahan bagi Sang Maha. Hidup menjadi wahana pelayanan. Diperlukan kebersihan hati selain kesungguhan dan kerendahan hati. Wakil rakyat berpamrih hanya akan mengkaburkan makna penghambaan kepadaNya. Meski dengannya, akan ditemui setiap duri yang siap melukai. Seorang wakil rakyat yang ikhlas dan kuat akan menyerahkan semua persoalan durinya itu dengan jalan keluar yang baik dan persuasif. Mencoba meneguhkan hati dengan berupaya semaksimal mungkin dalam kebaikan dan berdoa dengan kerendahan hati kepadaNya agar diberikan pertolongan atas semua permasalahan.
Wakil rakyat yang melayani rakyatnya dengan baik akan memadukan ketiga titian itu dengan mengolahnya menjadi sebuah modal awal, modal berjalan dan hadiah kemenangan sejati yang tidak akan pernah lekang oleh waktu dan nama yang baik dan abadi sepanjang waktu.
Gambaran ketiga pelayan dari kisah diatas adalah gambaran ketiga tipe wakil rakyat yang nantinya akan melayani rakyat Indonesia. Wakil rakyat yang hatinya kotor, pikirannya hanya mengharap uang kampanye harus dikembalikan oleh rakyat dengan menempuh semua jalan kotor tanpa memandang kebersihan jiwa adalah pelayan raja yang memenuhi kantungnya dengan rumput yang tidak pernah bisa dimakan oleh manusia lain bahkan oleh lambungnya sendiri. Ia hanya mengambil keuntungan sesaat dan selanjutnya tanpa pernah disadari ia sudah membunuh karakter dirinya yang harusnya melayani rakyat menjadi pembunuh rakyat.
Wakil rakyat yang setengah hati dengan mencampuradukkan antara kepentingan melayani dan kepentingan mengeruk uang negara adalah tipe gambaran pelayan #2. Ia meletakkan citra dirinya yang baik-baik saja dan menyembunyikan karakter aslinya sebagai lintah yang siap menghisab kemakmuran rakyatnya. Wakil rakyat ini sebenarnya pelayan culas yang akhirnya nanti telah mentelantarkan rakyat dan memenuhi semua kepentingan dirinya sendiri dengan jabatan yang sudah diraihnya. Sejatinya, ia bukan wakil rakyat. Dan akhir permainannya, ia adalah seorang pelayan yang kurus kering keluar masuk penjara karena mencoba menipu diri sendiri. Makanannya yang dimakan adalah rasa bersalahnya karena sudah menipu rakyat.
Wakil rakyat sejati yang benar-benar bekerja untuk melayani rakyatnya yang sudah memilihnya dan berusaha semaksimal mungkin untuk memberi pelayan terbaik adalah gambaran pelayan #3. Tak ada susah hati dan keresahan hidup baik sebelum, saat melayani dan sesudah melayani. Hidupnya lempeng dan lurus. Inilah dambaan wakil rakyat yang diidamkan oleh banyak orang.
Namun, adakah wakil rakyat kita sudah memiliki gambaran seperti pelayan #3 ? Harapan rakyat yang besar akan digantungkan kepada mereka yang memajang wajahnya di pohon, baliho, billboard dan koran majalah. Masihkah jiwa-jiwa itu berusaha akan melayani rakyatnya dengan sebaik mungkin tanpa harus berjibaku dengan godaan harta, tahta dan wanita ?
Untukmu yang duduk sambil diskusi
Untukmu yang biasa bersafari
Di sana, di gedung DPR
Wakil Rakyat kumpulan orang-orang hebat
Bukan kumpulan teman-teman dekat
Apalagi sanak famili
Di hati dan lidahmu kami berharapSuara kami tolong dengar lalu sampaikan
Jangan ragu jangan takut karang menghadang
Bicaralah yang lantang jangan hanya diam
Di kantong safarimu kami titipkan
Masa depan kami dan negeri ini
Dari Sabang sampai Meroke
Saudara dipilih bukan dilotre
Meski kami tak kenal siapa saudara
Kami tak sudi memilih para juara
Juara diam juara he’eh
Juara ha ha ha
Wakil Rakyat seharusnya merakyat
Jangan tidur waktu sidang soal rakyat
Wakil Rakyat bukan paduan suara