Mohon tunggu...
Atm0
Atm0 Mohon Tunggu... lainnya -

I am what I eat

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Fenomena Mogok Bekerja: Ketika Emosi Mengalahkan Logika, Bahkan Nurani...

27 November 2013   15:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:37 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis teringat pada saat sekolah SD, pada saat orang tua penulis lupa membelikan hadiah ulang tahun, penulis mengancam tidak mau masuk SD kalau tidak dibelikan. Setelah beberapa menit, akhirnya orang tua penulis pun mau membelikan hadiah yaitu sebuah gembot (gamewatch) hanya untuk menyenangkan hati penulis. Tidak terasa, dan tidak dinyana...waktu pun berlalu dan zaman pun berganti seiring hadirnya era REFORMASI, era dimana setiap manusia dibebaskan untuk mengekspresikan pikiran di muka umum (bebas tapi bertanggung jawab pastinya). Dalam era Kebebasan berekspresi inilah penulis mulai melihat sebuah Fenomena baru yaitu Demonstrasi massa.

Dimana-mana orang mulai meng-aktualisasikan perwujudan dari pasal 28 UUD 1945 (masih ingat bunyinya tidak hayoo...??). Dimana-mana ada orang-orang mencoba untuk mengutarakan isi hatinya dimuka umum, entah itu menggunakan toa atau alat lainnya yang bertujuan menarik perhatian. Berbekal pengetahuan bahwa setiap manusia memiliki HAK ASASI MANUSIA, mulailah berbagai orang dengan berbagai latar belakang mulai berlomba-lomba menunjukkan wujud dari HAK yang mereka miliki. Di setiap sudut pemerintahan dari daerah hingga pusat selalu ada kerumunan massa dengan tujuan tertentu dan berlatar belakang sama menarik perhatian pihak tertentu menggunakan cara Demonstrasi.

Penulis tidak mempersalahkan dan tidak mempersoalkan mengapa atau tujuan dari acara-acara demonstrasi tersebut, Penulis hanya sedikit bertanya-tanya apakah Demo atau demonstrasi massa adalah 'The Ultimate Weapon" dalam menyelesaikan setiap masalah??? Yang penulis amati, selama ini setiap demo yang terjadi adalah dalam usaha "menuntut sesuatu" atau "memprotes kebijakan". Seakan-akanemosi yang ada dalam suatu Demonstrasi adalah negatif semua, seperti : marah, sedih, kecewa, bahkan luapan emosi ini berwujud ke perilaku yang merusak. Sangat jarang suatu demonstrasi yang membawa emosi positif kecuali acara demo masak atau demo fashion, terutama untuk pakaian musim panas.....hehehe ehm, lanjut...Fenomena Demonstrasi ini bahkan akhir-akhir ini mulai mengarah ke arah MOGOK (BEKERJA). Seakan-akan para pendemo ini ingin menunjukkan bahwa bahwa kalau hak mereka tidak dipenuhi maka jangan harap kewajiban mereka terpenuhi.

Nah, coba dipikirkan...pada saat para pendemo ini (note: sebutan untuk orang yang berdemonstrasi) melakukan demo-nya, Apakah selain tuntutan mereka dipenuhi apa mereka tidak pernah berpikir dampak dan efek dari demo mereka ini. Mungkin perlu dicermati apakah perilaku demo atau bahkan mogok tersebut benar-benar akibat tuntutan dari HAK yang TIDAK terpenuhi, bukan dari KEINGINAN yang tidak terpenuhi. Contoh yang baru-baru ini saja Demo buruh menuntut UMK sesuai dasar perhitungan mereka, walau banyak perusahaan yang keberatan dan akhirnya mogoklah yang dilaksanakan akibat tidak terpenuhinya keinginan mereka. Apa mereka tidak berpikir bagaimana apabila Perusahaan tempat mereka bekerja tutup gara-gara gagal produksi?? apakah mudah mencari pekerjaan baru?? apa mau tuntutan dipenuhi manajemen lalu setahun kemudia PHK massal gara-gara Perusahaan kolaps??? mungkin ada yang berpendapat "Alah...perusahaan laba besar kok buruh UMR??" Nah, pemikiran inilah yang timbul karena Buruh tidak mengerti bagaimana pasar dan manajemen bekerja?? lalu dengan berhentinya produksi perusahaan maka apakah keinginan para buruh otomatis akan terpenuhi??? Yah, memang gaya manajemen yang kurang terbuka  kepada pegawainya menjadi faktor utama pencetus kejadian itu.

Contoh yang lain yang baru nge-trend adalah Demo Dokter mogok berpraktek untuk menunjukkan kekecewaan dan rasa solidaritas antar profesi akibat pihak HUKUM TIDAK memihak mereka. Apakah pasien (Publik, masyarakat non dokter ) harus menderita dan berkorban gara-gara HUKUM tidak berpihak kepada dokter?? Apakah Publik harus memahami Profesi dokter adalah profesi yang tidak pernah salah di muka HUKUM??? lalu apakah dengan mogok putusan MA akan berubah??? kan yang salah putusannya MA buka publiknya???

Buruh atau Dokter adalah sama-sama manusia, tidak luput dari salah atau khilaf, dan setiap manusia berhak menunjukkan emosi tapi yang membedakan anak SD dan Seorang MANUSIA DEWASA adalah bagaimana mereka menunjukkan EMOSI mereka? Seorang manusia dewasa tidak seharusnya merengek rengek seperti anak kecil yang hanya bertujuan satu yaitu TERCAPAINYA keinginan mereka, seorang manusia DEWASA juga harus mampu berpikir jauh ke depan semua risiko atas aktualisasi emosi mereka. Secara manusia anak SD dan Orang dewasa adalah sama, yang membedakan adalah kecerdasan dan pengetahuan mereka. Buat apa sekolah sampai ke luar negeri, kalau akhirnya emosi lah yang menjadi jalan keluar dalam setiap permasalahan. Kecerdasan dan pengetahuan hanya tertulis dalam ijasah dan Raport saja yang hanya akan dimakan ngengat seiring waktu. Masih banyak cara dalam memperjuangkan hak dengan cara cerdas dan bijak, tanpa menimbulkan kerugian pihak lain. Seperti Sun Tzi mengatakan bahwa "Perang adalah jalan terakhir apabila diplomasi gagal" dan yang dimaksud disini perang adalah pertumpahan darah, bukan demonstrasi karena emosi, karena Demo emosi tidak akan pernah menghasilkan apa-apa selain kekecewaan dan kemarahan serta kesakitan.

Come on Guys, jangan pakai okol...pakailah akal.

-

-

PENULIS

-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun