Mohon tunggu...
amien istiarto
amien istiarto Mohon Tunggu... -

aku adalah aku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Primitive Love (Satu)

20 Desember 2011   01:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:01 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Still love me,isn't? sms toni tiba tiba di tengah malam buta, sedikit menggangu tidur sebenarnya. Tapi ternyata inilah yang selama ini ditunggu tunggu Winda.

I don't know..., begitu jawab Winda lewat sms. Entah itu jawaban karena setengah sadar atau memang itulah yang sedang dirasakan Winda, dia seperti kehilangan sentuhan kasih sayang dan cinta atau mungkin dia memang sudah tidak merasakan lagi kasih, sayang dan cinta kepada Toni. Atau mungkin inilah yang sebenarnya sedang ditunggu tunggu Winda, sms Toni. Tapi itu telah mengusik malamnya, membuatnya berfikir ulang, apa benar yang telah ia katakan pada Toni. Berusaha tidur tapi seperti tak tidur, hanya bayang2 Toni yang ada dalam pikirannya. Tanpa terasa sudah waktu shubuh, masih dengan renungan yang mengambang, sebuah pertanyaan "masihkah aku cinta?".

drrrrr....drrrrrr....

Sebuah panggilan telepon di hp Winda. Diraihnya hp di sebelah tempat tidurnya, "shubuh ....shubuhh....tit...titt", ternyata Toni, sekelebat Winda ingat akan masa indah dulu. Kembali yang terbayang senyum indah Toni. Itu yang selalu dilakukan Toni setiap hari. Itulah cara Toni membangunkan Winda setiap pagi. Hanya suara selama beberapa detik kemudian mati, itulah khasnya Toni yang selalu dirindukan Winda.

Pagi ini Winda seperti terlahir kembali sebagai seorang periang. Tak luput seorang pun yang ia temui disapanya. Wajahnya penuh senyum sepanjang perjalanan. Tak terkecuali di tempat kerjanya. Orang satu kantor pun dibuatnya terheran heran dan bingung. Winda tidak seperti hari hari kemarin yang selalu pasang muka cemberut dan bawaanya marah marah terus.

Beberapa sms Toni sehari ini semakin membuat senyum Winda semakin manis saja. Bayang kenangan indah dahulu selalu terngiang-ngiang dikepalanya. Tiada semenit pun hari ini tanpa lepas dari kenangan indah bersama Toni. Semua pekerjaan yang dilakukan sepertinya selalu mengingatkannya pada sosok Toni.

Pulang kantor Winda sempatkan mampir ke tempat yang dulu pernah dikunjunginya bersama Toni. Terlalu naif memang, tapi itulah yang dirasakan dan dilakukan Winda. Sebuah warung "wedang ronde" di perempatan kota, kuahnya dari seduhan jahe hangat, ditaburi dengan kacang, ditambahken ronde, mirip moci, bulat bulat seukuran jempol. Tidak lupa dituangkan susu, menghangatkan badan kala dinginnya malam menusuk tulang.
Dinikmatinya setiap sendok dari angatnya wedang ronde, sesekali tersenyum sendiri, kenangan dan kenangan yang selalu hadir di kepalanya.

brrrmmmm.....brmmmm....

Suara sepeda motor berhenti  di warung itu. Motor besar, lebih tepatnya motor touring rupanya. Di kanan jok belakang terpasang box. Seorang laki-laki muda tampaknya, berjaket merah  dangan garis hitam di lengan, lengkap dengan sarung tangan, slayer khas motoris, dan tentu saja helm full face merk index. Sebuah tas punggung besar masih tertempel di punggungnya. Entah apa isinya.

Dengan jaket dan helm masih melekat si pengendara motor itu mendekat kegerobak wedang ronde, dan,

"pak, rondenya satu"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun