Tulisan ini terinspirasi akan kejadian beberapa hari lalu yang saya alami sendiri dan itu cukup menyentuh. Persoalan sikap atau dengan istilah trendnya attitude bukan hal yang baru buat kita. Tapi terkadang hal yang lama itu menjadi terlupakan ketika terenyuh dan terpesona akan sesuatu hal. Kejadian itu mengingatkan saya dengan salah satu artikel di salah satu blog yang kurang lebih rangkaian kalimatnya seperti berikut.
Dikisahkan di sebuah pasar malam, ada seorang tukang penjual balon yang selalu riang dan bahagia menjual balonnya dengan kerumunan orang tua bersama anak-anak mereka yang mendekat dan membeli balonnya. Dia menjual balon dengan beraneka ragam warna dan bentuk yang unik dan menarik. Ada merah, kuning, biru, hijau dan sebagainya. Bila dagangannya lesu, ia akan melepaskan beberapa balon dengan berbagai warna ke udara untuk menarik perhatian anak-anak yang mengunjung ke pasar malam itu. Anak-anak pun beramai-ramai mendatangi penjual itu. Ada yang minta warna hijau, kuning, biru atau merah.
Barang dagangan penjual balon itu terjual habis dalam waktu yang cukup singkat. Kemudian datang seorang anak yang berkulit hitam menarik bagian belakang baju si tukang balon. Merasa balonnya sudah habis, sang tukang balon tanpa menoleh, berkata, “Nak, balonku sudah habis. Besok saja datang lagi ke sini yaa nak” Namun jawaban sang penjual balon tidak mengundurukan tarikan baju sang penjual. Sang anak tetap ngotot ingin bicara. Karena kesal ditarik terus, sang penjual pun balik bertanya ke sang anak dengan intonasi kalimat yang sopan. "Anakku mau menyampaikan atau butuh sesuatu dari saya?" Anak itu pun berkata dan bertanya, “tadi aku lihat Bapak mengisi gas ke balon hijau dan kemudian diterbangkan ke udara. Balon merah juga begitu. Dan seterusnya. Aku ingin bertanya apakah balon hitam juga bisa terbang.” Penjual balon tertegun dengan pertanyaan sederhana dan polos namun menggelitik untuk dijawab itu. Dengan suara pelan dan penuh simpati ia menjawab, “Anakku, balon warna apapun bisa diterbangkan, bukan dari sisi warnanya balon itu tapi apa yang diisikan balon itu.”
Saya rasa kisah ini cukup menyentuh dan memberi inspirasi. Yang sesungguhnya hal terpenting itu bukanlah konstruksi dan dekorasi luar seseorang yang menjadi patokan penilaian justru yang didalamnya merupakan hal sejati yang jauh lebih berharga. Hiasan luar dengan berbagai jenis aksesoris akan sirna dalam tempo singkat jika konstruksi internalnya rapuh dan itu adalah sikap. Sikap (attitude) adalah penentu keberhasilan hidup secara lebih permanen. Attitude bukan hanya duniawi melainkan juga akhirawi. Artinya keberhasilan permanen disini bukan hanya permanen di dunia tapi akan sampai di akhirat kelak. Insya Allah.
Menurut hasil penelitian yang diterbitkan oleh Universitas Harvard bahwa seseorang mendapatkan pekerjaan dan relasi terhadap sesama 85% karena attitude-nya dan sisahnya itu (15%) adalah kecerdasan mereka. Sayangnya, justru kenyataan di era modern ini, generasi muda berlomba-lomba menghabiskan biaya pendidikan hanya untuk mencari yang 15% itu. Dan hal ini cukup memprihatinkan dan akan mengubur impian-impian indah masa depan generasi muda.
Saya teringat dengan kisah seorang pemuda ketika menyanjung seorang foreigner (baca : bule), dalam percakapannya di sebuah tempat-tempat persinggahan di boulevard. When I have brain like your brains, I think would be best person. Dan si bule pun menjawab, You should be best person and you will have my brains. Dalam bahasa Indonesianya seperti ini; Ketika aku mempunyai otakmu saya akan menjadi orang yang paling baik. Si bule menjawab, seharusnya menjadilah orang yang paling baik maka kamu akan mempunyai otak saya.
Bagaimana jika kedua sikap kita menjadi sama? Meskipun kami berdua memiliki pengetahuan yang sama, kita bisa saja memanfaatkan untuk tujuan yang berbeda dan ia mungkin memanfaatkan untuk tujuan yang berbeda. Pengetahuan adalah bakat. Pemanfaatan pengetahuan adalah sikap. Jadi, Sikap adalah drive-nya pengetahuan. Jika pengetahuan didorong dengan cara positif maka akan menjadi konstruktif dan jika didorong dengan cara negatif itu menghasilkan destruktif.
Mari bersikap yang positif. Gunakanlah pengetahuan untuk konstruktif. Pengetahuan atau keceradasan memang hanya 15% tapi jika digunakan untuk konstruktif maka hasilnya akan menjadi 85% sehingga jika digabungkan akan utuh menjadi 100%.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H