Sudah 13 tahun Om Rei dan Tante Gita menikah, namun mereka belum juga dikaruniai seorang anak. Padahal, Om Rei dan Tante Gita sudah tak lagi muda. Usia mereka sudah menginjak kepala empat, dan tentu kesempatan untuk memiliki seorang anak semakin kecil atau bahkan sudah pupus. Tetapi Om Rei dan Tante Gita tak pernah berhenti berharap. Mereka percaya Tuhan akan mengabulkan permohonan hambanya yang sabar dan setia dalam memanjatkan doanya.
Setahun berlalu, tepat di ulang tahun pernikahan Om Rei dan Tante Gita yang ke-14, Tuhan akhirnya menjawab doa mereka. Tante Gita dinyatakan Dokter sedang mengandung. Kabar itu jelas membuat Om Rei sangat bahagia, begitu juga Tante Gita yang tak percaya jika ia masih bisa melahirkan disaat usianya sudah 43 tahun. Kesehatan janin itu mereka rawat begitu baik.
9 bulan berselang, Tante Gita melahirkan secara normal seorang bayi laki-laki, yang kemudian diberi nama, Gusti Nugroho (Anugerah Tuhan). Om Rei dan Tante Gita berjanji akan mendidik Gusti menjadi anak lelaki yang sehat dan pintar. Namun hingga usia Gusti dua tahun, Gusti tak mengalami perkembangan seperti anak normal lainnya. Justru semakin banyak kejanggalan yang dilihat Om Rei dan Tante Gita dari tingkah laku Gusti. Gusti acap kali tak merespon ketika di panggil atau diajak bicara. Ia lebih asik bermain dengan dirinya sendiri ketimbang dengan Om Rei dan Tante Gita, atau bahkan anak-anak sebayanya.
Karena bingung, apa yang harus mereka lakukan kepada Gusti yang tingkah lakunya semakin hari semakin aneh, Om Rei dan Tante Gita kemudian membawa Gusti ke Psiokolog. Saat menerima hasil pemeriksaan Gusti, Om Rei dan Tante Gita luar bisa terkejut, sekejap air mata mereka meleleh lantaran tak kuasa menahan rasa haru yang begitu dalam saat Gusti dinyatakan AUTIS.
Kendati demikian, namun saat Gusti menginjak usia 5 tahun, Om Rei dan Tante Gita tetap menyekolahkan Gusti di sekolah umum. Mereka ingin Gusti dapat bersosialisasi dengan anak-anak normal lainnya. Namun tak demikian kenyataannya. Di sekolah, Gusti tak memiliki seorang pun teman karena tingkahnya yang aneh, bahkan para guru pun tak jarang memarahi Gusti karena terlalu hiperaktif di kelas. Sikap lingkungan sekolah yang tak bersahabat, membuat Gusti tersisihkan, dan tak jarang membuat Gusti sedih.
"Siang, Bu," sapa Om Rei, menemui wali kelas Gusti, di Sekolah.
"Ya, siang, Pak. Ada yang bisa saya bantu?"
"Saya ke sini karena ada yang ingin saya tanyakan kepada Ibu,"
"Mengenai?"
"Gusti," ujar Om Rei. "Saya ingin bertanya, kenapa Gusti selalu dimarahi oleh gurunya dan membuatnya hampir selalu menangis setiap kali pulang sekolah?" tanya Om Rei. Saat itu Gusti turut serta. Ia duduk di samping Om Rei.
"Pak, para guru memarahi Gusti bukan tanpa alasan. Tingkah Gusti yang terlalu hiperaktif sering kali mengganggu jalannya pelajaran dan itu membuat gurunya gusar dan akhirnya memarahi Gusti,"