Mohon tunggu...
Takas T.P Sitanggang
Takas T.P Sitanggang Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mantan Jurnalist. Masih Usahawan

Menulis adalah rasa syukurku kepada Sang Pencipta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ibu Tumbuhan

25 September 2016   13:55 Diperbarui: 25 September 2016   19:15 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kulihat bu Soetoyo dan tetanggaku yang lain berdiri mematung di pekarangan rumah mereka dengan mata yang membelalak. Mereka seperti terperangah oleh karena sesuatu. Lantaran terusik, kucorongkan kepalaku ke luar jendela dan mengedarkan pandangan. Bukan main terkejutnya aku. Kejut yang tak biasa karena diiringi bulu kuduk yang menggigil.

“Apa yang terjadi dengan kampung ini?!” desisku.

Sejauh mata memandang segala tumbuhan mati. Pohon-pohon tandus. Daun-daun jatuh berserakkan dengan kontur yang mengeriput kering. Di dahan-dahan buah-buah membusuk. Bunga-bunga patah pada tangkainya dengan kelopak-kelopak yang menguncup. Rerumputan layu dengan warna yang kuning kecoklatan bagai habis terbakar. Tak ada embun. Tak ada kicauan burung-burung. Gersang dan amat sunyi. Muara Kapuk kini bagai kampung yang mati. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun