KINASIH TERKASIH. Judul buku yang ditulis oleh Zahrassalam, merupakan buku kumpulan cerpen dan puisi. Berisi 5 judul cerpen dan 45 judul puisi yang ditulas dalam rentang waktu 2019-2022.
Sebagai penulis muda (pemula), Zahra telah memulainya dengan baik, ia memulai dengan hal-hal yang dekat dan sehari-hari. Sebagai seorang santri Zahra telah berhasil menangkap  khazanah-khazanah pesantren dari satu Halaqoh ke Halaqoh yang lain sebagai bahan atau informasi dalam tulisan-tulisannya. Namun di sini saya mencoba menjadi pembaca sekaligus apresiator puisi-puisi Zahrassalam dalam buku Kinasih Terkasih.
Dalam buku ini Zahrassalam membagi puisi-puisinya menjadi tiga bagian. Bagian pertama merupakan puisi-puisi yang ia tulis di tahun 2019, di bagian pertama ini Zahra tampak jujur dan apa adanya dalam puisi-puisinya. Hal tersebut bisa kita buktikan dalam puisi yang berjudul Manusia-manusi Dunia, berikut puisinya:
MANUSIA-MANUSIA DUNIA
1/
dunia ini penuh tipu daya
dibuat keblinger dengan penggunanya
dijadikan nyaman dalam hal yang bersifat sementara
2/
penghuninya penuh dengan topeng
yang tak lupa mereka jadikan polesan
sementara sifat itu menipu
3/
penghuninya tak peduli sesama
egonya menguasai jiwa
lunturlah keselamatan perasaanya
4/
penghuninya lupa cara berterimakasih
atas apa saja
yang telah dianugerahkan
5/
penghuninya selalu merasa kesepian
padahal mereka melupa
apa saja yang menghabiskan keluasan mereka
6/
penghuninya terlupa perihal perilakunya
selalu berkeluh kesah mengutarakan kelelahan
padahal tidak apapun mereka lakukan
sementara kotoran menyelimut
akan tetapi mereka tidak merasa
7/
penghuninya berkecil hati
untuk meminta dan menghamba
pada penguasa alam semesta
Pasuruan, 17 September 2019
Puisi di atas ditulis dengan bahasa yang sangat sederhana dan begitu saja. Dan jika kita ikuti dari baris ke bait puisi tersebut tampak seperti isi tausiyah yang dipotong-potong menjadi puisi.
Namun, semakin kita ikuti kesepian-kesepian Zahra dari satu kegelisahan ke gelisahan yang lain, dari satu kesunyian ke kesunyian yang lain, dalam proses kreatifnya, disadari atau tidak ia telah memasuki ruang sunyi yang semakin ramai, waktu kosong yang semakin panjang.
Dalam proses ini kemudian ia dipertemukan dengan ingatan-ingatan dan dimensi-dimensi puitik dan minta untuk ditulisnya sebagai puisi. Dan hal itu bisa kita rasakan dalam puisi-puisi yang ia tulis dalam rentang waktu 2020-2021. Berikut diantaranya.
AKU TERJEBAK
1/
aku terjebak di tengah hutan
berkawan dengan hujan
jauh dari kehidupan
2/
aku yang mengapung di atas lautan
dalamnya tak dapat diperhitungkan
tak temukan pertolongan
3/
aku memikul beban
setelah mematahkan serangan
dan tahu, mana kebenaran
4/
kami bersama tanpa keberatan
membalas penghormatan yang sepadan
coba acuhkan pertentangan
05.10.2020 M
Dalam puisi Aku Terjebak di atas, si penyair benar-benar telah terjebak dalam dunia kesunyiannya sendiri, bahkan ia telah dipertemukan dengan imajinasi-imajinasi liar dan bentuk metafora besar, juga diksi-diksi pilihan.
Puisi di atas sangat memperhatikan betul bunyi dan akhiran yang sama.
Sudah barang tentu ada pengaruh besar dari Nadzom-nadzom dalam struktur lahir (fisik) dalam puisi -puisi Zahrassalam. Kendati saya kira, Zahra lebih dekat dengan Qasidah Burdah dari pada puisi-puisi Indonesia, lebih kenal pada Ibnu Malik daripada WS. Rendra secara kekaryaan.
Selamat membaca dan berkarya.
Sampang, 14 April 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H