Mohon tunggu...
Muhammad Tajul Fundari
Muhammad Tajul Fundari Mohon Tunggu... Relawan - Kabid Infokom Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Sigli, Pemuda Pidie dan Lulusan S1 Manajemen Universitas Jabal Ghafur Sigli.

Menulis adalah sebagai hobi dan membaca adalah proses untuk mengimplementasikan tulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sapaan (Nelayan) di Pagi Buta

16 November 2022   01:08 Diperbarui: 16 November 2022   01:17 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi ini awan hendak berkisah seperti ingin menyapaikan berita kepada bumi bahwa hujan ingin menyapa penduduk bumi.

Sosok ombak seakan akan ingin berkata bahwa ia igin melihat daratan namun tak ada daya selain kehendak yang Maha Esa, ia hanya bisa mematuhi nan bercanda riya bersama ikan-ikan di pinggir pantai bagaikan murid SD saja.

Dari pemandangan indah laut ciptaan Allah SWT itu dari kejauhan terlihat para nelayan yang sedang Tarek Pukat dengan sekuat tenaga berharap tangkapnya hari ini ada sejuta harapan untuk di bawa pulang dan dipasarkan.

Pantai yang indah yang terletak di Pidie (Likot Wp) ini. Makin di lihat, betapa panorama ombak,awan dan pohon yang rindang memancarkan pesona bagaikan Maestro saja. Alunan angin sepoi-sepoi menghantarkan jiwa rasanya ingin mensyukuri atas nikmatnya.

Pantai ini biasanya banyak di kunjungi orang-orang pada sore hari, namun kali ini berbeda, saya ingin merasakan sapaan para Nelayan, sepertinya dengan senyum ramahmya dapat disimpulkan kedatangan saya di sambut ria.

Saat memulai bercakap sembari terseyum dan sedikit ocehan darinya saya hendak berkata apa yang membuat ia selalu tersenyum gembira padahal tangkapannya tidak sesuai dengan harapan pada hari ini, ia tak menghiraukan, sepertinya ia berpura-pura terlihat baik-baik saja.

Di pelupuk matanya yang berkaca saat tersenyum saya curiga beliau menyimpan luka teramat mendalam seakan hendak berkisah di lubuk hati "kami tidak baik-baik saja, kami tersiksa dengan kondisi seperti yang sekarang", mungkin beliau enggan mengatakannya karena beranggap percuma saja dan pasrah pada keadaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun