Dalam upaya meningkatkan pendidikan inklusif, khususnya bagi siswa tunanetra, perangkat belajar seperti Taptilo sangatlah penting. Taptilo adalah alat bantu belajar braille yang interaktif dan inovatif, dirancang untuk memudahkan siswa tunanetra dalam belajar secara mandiri. Baru-baru ini, sebuah Sekolah Luar Biasa A (SLB-A) di Indonesia menerima hibah Taptilo dari Korea Selatan. Namun, distribusi alat bantu ini terkendala oleh ketidaksesuaian kebijakan Bea Cukai di Indonesia. Artikel ini mengulas permasalahan tersebut, dampaknya terhadap pendidikan tunanetra, serta solusi potensial.
Apa Itu Taptilo?
Taptilo adalah perangkat bantu belajar braille yang menggabungkan teknologi modern dengan sistem braille, memungkinkan siswa tunanetra belajar secara interaktif. Hibah Taptilo dari Korea Selatan kepada SLB-A di Indonesia diharapkan dapat memberikan dampak positif yang signifikan bagi pendidikan siswa tunanetra.
Kendala yang terjadi di Bea Cukai
1. Biaya yang Tinggi: Meskipun barang-barang ini merupakan hibah untuk tujuan pendidikan, mereka tetap dikenakan tarif penebusan bea cukai yang tinggi yaitu sebesar 300 juta rupiah.
2. Mengalami Proses yang Rumit: Prosedur administrasi yang kompleks dan panjang mengakibatkan keterlambatan dalam distribusi barang.
3. Kurangnya Pemahaman dan Koordinasi: Kurangnya pemahaman mengenai pentingnya barang hibah pendidikan di kalangan petugas Bea Cukai dan kurangnya koordinasi antara instansi terkait menyebabkan penanganan yang kurang tepat.
Dampak Terhadap Pendidikan serta SLB-A terkait
1. Terjadinya Penundaan Pembelajaran: Siswa tunanetra harus menunggu lebih lama untuk menggunakan alat bantu yang seharusnya sudah tersedia.
2. Adanya Penurunan Efisiensi Belajar: Tanpa alat bantu yang memadai, proses belajar mengajar menjadi kurang efisien.
3. Penurunan Motivasi: Keterlambatan dalam menerima alat bantu bisa mengurangi semangat dan motivasi siswa dalam belajar.
Solusi serta Tanggapan Pemerintah
1. Revisi Kebijakan Bea Cukai: Pemerintah perlu meninjau ulang kebijakan bea cukai terkait barang hibah pendidikan dan sosial, dengan memberikan pengecualian atau pengurangan tarif yang signifikan.
2. Peningkatan Koordinasi Antar Instansi: Meningkatkan koordinasi antara Bea Cukai, Kementerian Pendidikan, dan instansi terkait lainnya untuk memastikan kelancaran proses distribusi barang hibah.
3. Sosialisasi dan Pelatihan: Memberikan pemahaman kepada petugas Bea Cukai mengenai pentingnya barang hibah pendidikan.
4. Proses Administratif yang Disederhanakan: Menyederhanakan proses administratif untuk barang hibah pendidikan guna mempercepat distribusinya.
5. Kerjasama dengan Lembaga Donor: Meningkatkan kerjasama dengan lembaga donor internasional untuk memastikan bantuan yang diterima dapat langsung dimanfaatkan oleh penerima.
Ketidaksesuaian kebijakan Bea Cukai terhadap barang hibah Taptilo dari Korea untuk SLB-A di Indonesia menimbulkan tantangan serius bagi pendidikan tunanetra. Dengan revisi kebijakan, peningkatan koordinasi, serta penyederhanaan proses administratif, diharapkan masalah ini dapat diatasi. Semua pihak terkait perlu bekerja sama untuk memastikan bahwa anak-anak tunanetra mendapatkan hak mereka untuk akses pendidikan yang berkualitas dan setara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H