Awal tahun 2014, Kabupaten Batang mendadak menjadi daerah fenomenal pasca tersiarnya kabar bahwa pada daerah tersebut akan dibangun proyek raksasa PLTU dengan kapasitas 2x1.000 Megawatt di kawasan pesisir Desa Ujungnegoro Kabupaten Batang, Jawa Tengah, yang merupakan PLTU berbahan bakar batu bara terbesar di Indonesia bahkan Asia Tenggara.
PembangunanPLTU yang menyalahi aturan kawasan konservasi
Polemik besar yang timbul dari rencana pembangunan PLTU tersebut muncul ketika didapati bahwa lokasi PLTU termasuk kedalam Kawasan KonservasiLaut Daerah (KKLD) Pantai Ujungnegoro yang selama ini menjadi kawasan konservasi ekosistem estuaria, ekosistem padang lamun, ekosistem terumbukarang, dan ekosistem mangrove diamana pada kawasan tersebut merupakan tempat melaut bagi nelayan lokal pencari udang rebon dan ikan-ikan lainnya. Protes dan demo besar pun terjadi menuntut diberhentikannya rencana pembangunan PLTU.Nelayan dan masyarakat menilai bahwa PLTU akan memberikan dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan manfaat yang akan diterima.
Aspirasidan persepsi nelayan lokal terhadap rencana pembangunan PLTU
Dari penelitian yang dilakukan pada awal tahun 2016 terhadap 256responden dari total 712 nelayan lokal yang terdapat di Desa Ujungnegoro, 98%atau 250 orang menyatakan pembangunan PLTU tidak akan bisa terimplementasikandengan baik. Sosialisasi oleh pemerintah daerah Kabupaten Batang telah dilaksanakan,akan tetapi 214 responden (84%) menganggap bahwa sosialisasi yang dilakukantersebut tidak baik. Pembangunan PLTU Â oleh sebagian besar responden (88%)dirasa tidak akan membawa maanfaat. Â Hampir seluruh responden (98 %)menyatakan bahwa PLTU akan berdampak negatif terhadap aktivitas nelayan lokal.
Analisisdampak lingkungan pembangunan PLTU
Pembangunan PLTU akan berdampak pada turunnya kualitas ekologi lingkungan. Limbah pasca aktivitas pembangunan dan pembakaran batu bara akanterakumulasi ke kawasan penduduk dan juga laut. Limbah dari aktivitas PLTUsangat beracun. Karbon dioksida (gas rumah kaca), sulfur dioksida, nitrogendioksida, dan metana, Nox, Merkuri, dan PM 2.5 dapat membahayakan kesehatanmasyarakat khususnya anak-anak  yang dapat memicu keracunan, gagal ginjal,dan kanker. PLTU juga akan mengakibatkan rusaknya ekosistem pantai maupun bawahlaut yang diakibatkan oleh konstruksi dan pengerukan oleh pipa-pipa bawah laut. Rusaknya ekosistem terumbu karang akan mengakibatkan jumlah ikan-ikan dan biotalaut lainnya berkurang dan dalam jangka waktu lama mungkin akan habis.
Terganggunya aktivitas nelayan lokal oleh  PLTU
Dampak pembangunan PLTU terhadap kualitas lingkungan dan ekosistem pantai-laut akan secara langsung berdampak pada aktivitas nelayanlokal. Nelayan Ujungnegoro-Roban berpendapat bahwa pembangunan PLTU di Ujungnegoro akan mengganggu kegiatan perikanan di KKLD Ujungnegoro, terlebih lagi bagi  para  nelayan  lokal  pencari  rebon akan kehilangan pekerjaannya. Hal tersebut terjadi karena ikan-ikan dan rebonberkurang jumlahnya di laut diakarenakan ekologi lingkungan yang buruk. Tak hanya itu, kedepannya mungkin juga akan diterapkan kawasan proyekyang tidak boleh dimasuki oleh nelayan yang membuat titik-titik penengkapan ikansemaking menyempit. Hal ini berdampak negatif kepada nelayan karena akanmengurangi pendapatan nelayan lokal. Kondisi yang buruk ini jika dibiarkanterus menerus akan mematikan aktivitas nelayan. Kondisi tersebut lantas akan mengakibatkan melesunya aktivitas ekonomi daerah tersebut.
Solusiyang dapat diterapkan
Limbah yang dihasilkanpasca aktivitas pembangunan dan pembakaran batu bara  berbahaya bagi lingkungan sekitar. Perlu pengolahan secara lebih lanjut sebelum limbah tersebut dibuang. Polusi udara yang dihasikan oleh pembakaran batu bara dapatdiminimalisir oleh sistem filtrasi yang ditempatkan pada cerobong asap. Denganteknologi penyaringan udara yang saat ini telah ditemukan yang mampu menyaringsampai kadar 115 ppm. Limbah cair dan suspensi padatan harus diolah terlebihdahulu sebelum dibuang ke laut. Untuk jenis limbah ini dapat menggunakan sistem IPAL bertahap.Â