Aku ingin mengenang Sapardi Djoko Damono dalam sajak kumpulan "Hujan bulan juni"
detik yang berdetakakan hinggap di satu titik yang bukan andai sajalalu tercetak ujung detakmenit meniti titian lika-likuyang berlaku kadang luka seba
Waktu Sang Khalik ***Yang fana adalah waktuYa, waktunya manusia di dunia iniCepat atau lambat kita akan berpulangYang abadi adalah waktunya Sang
"Yang fana adalah waktu," tutur lelaki tua yang kala itu terbaring lemah. Aku mencoba membantah. Pikirku, "bukankah waktu itu selalu a
"Yang fana adalah waktu. Kita abadi" Hari ini, teringat penggalan sajak usang itu, yang dulunya dianggap sekedar bait-bait fiksi tanpa makna &nbs
Benar yang fana adalah waktu. Ternyata bukan waktu saja yang fana tetapi kita juga. Lalu apa yang abadi? Tidak perlu bertanya ketika langkah kit
Pada Suatu Hari Nanti, SAPARDI DJOKO DAMONOSungguh tak menduga atas kenyataan yang adaAkan kepergianmu selamanya sang tuan pujangga P
Hal itulah yang kemudian menginspirasi banyak orang untuk mengutip lirik-lirik di dalam puisinya untuk pelbagai keperluan
Sapardi Djoko Damono. Beliau pergi setelah hujan bulan Juni. Pergi selama-lamanya. Pergi tidak untuk kembali pada suatu hari nanti, tetapi puisi-puisi