Pada sebuah ruang kelas yang dinamis, anak-anak menemukan pengetahuannya sendiri dengan bimbingan gurunya.
Adakah surga itu? Pada malam menjelang tidurnya, seorang anak bertanya kepada ibunya.
Memelihara kesehatan, sebuah tindakan yang setara dengan memelihara kekayaan.
Telah dewasa menyaring harkat, dibawalah diri lebih bermartabat.
Pada subuh yang gerimis, membasuh cawan tipis berisi duka cita dengan hati lapang penuh kesyukuran.
Duka cita dituang pada sebuah cawan tipis. Biarkan mengalir, biarkan lunas waktu mengusir.
Senyummu seikat bunga. Mentari Januari pun jatuh (cinta).
Melarung pemaafan pada sebuah pesisir, membiarkan kotak kayu terapung, tiada ditemukan.
Skema pajak tahun 2025, sebuah perayaan sederhana. Selamat Tahun Baru!
Awan merentang geliatnya. Namun duka tiada dapat menyapanya.
Sunyi pada hati, air biru yang diseduhnya membuat seorang perempuan diam-diam menerima luka, merengkuh duka pada setiap kenangannya.
Di sini malam. Pada kartu yang terbaca. Adakah alamatmu dapat ditemukan?
Tiga generasi dalam satu ruang kecil bianglala, tertawa-tawa terkenang ingatan bersama ibunda.
Adakah Purwokerto, Magelang, Yogyakarta, hal tenteram raharja kau damba-damba?
Menerka rindu yang bersemayam. Ingin pulang, ingin pulang.
Melempar puisi, membungkam awan, supaya tangis serupa hujan tiada perlu datang ini hari. Namun awan hanyalah ciptaan. Hanya mengekor jadwal harian.
Sejak acuh bermakna peduli, dia mengingkari segala atensi; mencemburui angin, menyembunyikan ingin.
Hujan, riang kekayaan dalam hamburan. Tangkaplah. Tangkaplah!
Kalau boleh, kalau boleh. Tiada tahu apa nan toreh; hal yang paling dikenang.
Tidakkah ada padamu terbitnya rembulan sebagai spasi perjumpaan?