Wajahku permisi; sering pamit tanpa peduli ramai dan isi.
Ungkapan syukur atas kebaikan yang pernah aku alami dari embun-embun itu yakni tetap bekerja untuk kemuliaan martabat manusia.
Dalam hal apa pun, matamu masih menjadi sebuah perbincangan: di mana aku iri kepada setiap, dan sesiapa saja yang mampu memandangmu lebih lama—tanpa
Antibiotik dan pereda nyeri, menjelma menjadi duri, mengisahkan pergulatan dengan alergi.
Pentingnya mendengarkan perkataan Tuhan, takut akan Tuhan permulaan pengetahuan.
Senyuman yang sempurna membuatku bingung.
Ketika semua sudah dilakukan, dan semua upaya telah dikerahkan namun belum juga mendapatkan hasil yang memuaskan lalu apa yang harus dilakukan?
Dalam kesepian jiwa dan kelelahan raga, kugambar pencipta yang kuyakin tak akan pernah meninggalkanku dalam keterpurukan.
detik-detik berlalu senyaplangitku gelapdalam lindapcahaya-Mu berkeredapdi tengah asaku yang melenyapapakah ini secercah harap?hari-hariku di antara t