“Alhamdulillah!” Aku bersyukur, tidak terjebak di tempat itu. Sesuatu yang tadinya tampak begitu nyata rupanya hanya mimpi. Aku meraih botol air puti
Saat warga kampung akhirnya berdatangan, Ki Renggo segera kabur dari tempat itu. Orang-orang lalu memukul kentongan sambil berteriak nyaring, “Ada pem
“Ha.., apa? Cucu Kanjeng Wotwesi?” “Telingamu tidak salah!” “Ampuni hamba yang bodoh ini tuan!” ucap Ki Legi sambil membungkukkan badan dan berusaha
Wajah mereka yang sedang bertempur tampak berkilat-kilat, akan tetapi masih kalah oleh kilatan mata mereka yang penuh nafsu untuk saling menghabisi. M
Rasanya tidak tega mau minta dia menunggu aku makan. "Maaf, ongkosnya berapa, Pak?" tanyaku, sempat terpikir jangan sampai nanti dimahalkan.
Siapakah pihak yang paling tidak suka melihat orang bertaubat?
“Kita cari dukun yang lebih sakti. Pasti ada! Bukankah ada langit di atas langit?”“Baik! Aku pernah dengar ada dukun yang sangat sakti, akan aku…
Klebat menyukai istrinya, namun nama Alya yang terpatri di dalam hatinya belum tergantikan.
Dia juga mengingat setiap pergerakan para petugas keamanan dan lokasi-lokasi yang bagi siapa pun dilarang keras untuk mendekati.
"Maaf, Mbakyu!" ucap Raden Renggo, "Apa keputusan untuk menikah dengan Kanjeng Wotwesi sudah dipikirkan dengan matang? Dia itu orang jahat!"
Setelah merasa rendah dan lengah, mereka akan dengan mudah digiring untuk menanda-tangani perjanjian yang berat sebelah
"Aku merasa bersalah kepada romo!" ucap Ki Songkok dengan nada penuh penyesalan.
Mereka semua terdiam merenungi nasib Nusantara di kemudian hari yang begitu memprihatinkan itu.
Desa terpencil itu digemparkan dengan penemuan mayat seorang perempuan tua.
Ki Dewan merasa seakan berhadapan dengan bayangan. Inilah musuh terlincah yang pernah dihadapinya.
Pemimpin padepokan cabang itu tidak melayani sikap kasar Ki Genuk. Dengan tenang dia berkata, “Maaf, permintaan Raden nanti akan kami sampaikan kepada
Gala melihat cincin pirus di jari tangan kanan Ki Dewan. Ia tahu itu seperti cincin yang dikenakan ayah angkatnya, Guru Lintang. Ia pernah mendengar b
Selagi tidur, di dalam kamar yang tertata indah, wajahnya setenang wajah bayi tanpa dosa, sama sekali tak terusik oleh pikiran-pikiran hari esok.
Saat perpisahan, Kyai Wotwesi sempat meminta agar cucunya memberikan pusaka Pring Kuning.
Ia tidak pernah menyangkah bahwa hari itu akan meninggalkan kenangan yang tak akan pernah terlupakan sepanjang perjalanan hidupnya.