Ki Pamungkas tertatih tatih pergi meninggalkan arena pertempuarn di Prapatan Palbapang itu, diam diam. Dia pulang kembali ke Mataram dengan penuh duka
Suasana berubah ngelangut di tempat itu. Untuk beberapa saat tak ada yang berbicara.
Mendadak dadanya berdegup kencang. Dia tahu bahwa ciri-ciri perusuh itu mirip seperti kelompok yang pernah dilihatnya saat di Merapi: Nogo Kemuning!
Kesadaran nalar pikirannya melemah seketika. Hanya tersisa ucapan kotor segala serapah yang akhirnya keluar dari dalam mulutnya. Pulanggeni sekarat.
Ki Ageng Wanabaya di Ndalem Wanabayan pun bereaksi keras atas keadaan Kotaprarja yang kacau oleh para perusuh
"Mata harus dibalas dengan mata. Tak kubiarkan orang-orang kita mati sia-sia di Mangir”, desis Pulanggeni kepada anak buahnya. Giginya bergemeretak.
Misi utama kita adalah menggebug Mangir dan Baruklinting. Seperti pesan sinuwun, Ki Juru Martani, kita nabok nyilih tangan. Manfaatkan pasukan bayaran
Anak muda itu kebanyakan Gludug kurang Udan. Terlalu banyak bicara tak pernah memberi bukti.
Tiba-tiba dalam suatu kecepatan tinggi sepasang benda mirip pisau terbang melesat ke arah Ki Suta dan Ki Nala. Untung saja Ki Suta yang telah waspada
Semua orang yang hadir terkejut. Baruklinting mengatakan keinginan sesungguhnya di forum yang terbatas itu.
Baruklinting benar-benar pemuda yang linuwih. Dia mampu menyimpan rapat-rapat hasrat nafsu keinginannya itu.
Lintang Panjer Sore itu pun hilang musnah, berpendar sebagai cahaya yang menyilaukan mata di alam batin Baruklinting yang sedang bertapa itu.
Jangan sampai kriwikan dadi grojogan. Mataram harus mencegah segala potensi Mangir muncul sebagai keraton baru. namun Mangir telah nggugah macan turu.
Orang-orang sakti itu datang begitu cepat memakai ajian Kidang Kencana, memampukan mereka berkelebat cepat, ringan dari suatu tempat ke tempat lainnya
Sosok bayangan itu telah berdiri di depan mulut gua. Dia memakai pakaian seperti seorang petani, dengan suatu kain ikat melingkar di kepalanya.
Mereka dikenal sebagai Pasukan Bayangan Hitam. Muncul dari gerumbul semak sekitar tempat itu.
Baruklinting murka. Suaranya menggeledek. dia mencabut lidi Galih Sodo Lanang itu. Maka terjadilah suatu prahara besar di tempat itu.
Serombongan orang yang njathil itu bergerak kalap, aeng-aeng atau aneh-aneh.
Dewi Ariwulan tak bisa membendung keinginan anaknya itu. Anak itu benar-benar bertekad ingin bertemu bapanya.
Baruklinting tumbuh sebagai anak yang lincah, kuat dan sakti, "bagai diobong ora kobong disiram ora teles": Dia melebihi kemampuan anak-anak seusiaya.