adakah kepingan itu ada atau masih ada ? kala dingin malam menghamburkan embun meniupkan dinginnya angin lembah kepingan waktu yang ters
senja telah lagi berlalu layla-ku ketika kusadar tebasan jingga telah menamparku menyeringai di sudut mentari yang kan terbenam bertahta di balik k
berbulan teguh kau sandang aku dalam kembangku dari sperma ayah yang membuahimu berangkat menjadi janin dalam setiap lembar doa-doa khidmatmu ta
padamu tahta seribu purnama kuletakkan yang akan menggenapi seribu jalanku dalam hentak masa tanpa jedah padamu terlarung seribu aksara tak ter
. semilir waktu bertahta pada setiap warna kala perlahan hujan mulai membasahi tanahku menyeringai di antara altar-altar bebatuan yang merunduk pa
senandung sunyi ini kian menghening seakan terkubur dan berpusara terhempas waktu yang membawa badai bait-baitnya menjadi patah dan retak retak .
pagi tadi matanya masih setengah mengantuk buka pintu dan jendela sang bayu lalu lalang melintas jalankan tugas menebar sepoi sepanjang buan
lipatan-lipatan hati dibentangnya kembali urai sesak yang tersimpan bersama waktu telah mengurai segalanya pun rahasia yang terselip dibalik
duka itu mengiris jantung sunyi terdengar lirih dan sangat lirih suara itu berucap bagai suara erangan angin kan hadirkan badai atas waktu me
iringan jejak langkahku masih berderak di antara jalan-jalan beraspal yang berlubang sana dan sini, ketika kulihat sesosok tubuh terbaring lunglai di
malam kian menjejak di setiap tebing kala gontai kakinya merambah belukar menyusur setiap jerit tangisnya yang menakar pada kelamnya langit malam
. tak ada kata lagi kala jemari itu menunjuk sebuah awan yang berarak awan dimana selalu dititpkannya sebuah rindu awan yang diharapnya dapat meny
lelaki itu masih jua tegak di altar besi itu, memandangi sisa tetabuhan semalam. dibibir hitamnya, terselip sebatang rokok, yang mulai basah akibat te
katakan pada langit yang menghitam bertahun resah terlarung dalam dekapkita kala tangis adalah warna Kala tawa adalah bias di pagi kita aku resa
ketika semesta telah melarungkan seluruh aimata nampak kusam pias mentari yang tertutup warna diam menyendiri dalam sejuta tangis tanpa aksara pada
tatkala dingin mulai menggelar altar-altar senyap kidungpun memulai sesembahan seribu makna syurgawi
katakan padaku garudaku masihkah kepalamu menengok ke kanan atau saat ini telah berpaling kekiri karena aku lama tak melihatmu walau aku bukan s
pagi tadi jengah rasa hati tatkala kuselusuri jalan setapak di pinggir lembah jalan yang menerawangkanku tentangmu jalan setapak yang dulu kulalui
dan ketika senja telah melabuhkan setiap terang kembara sahaja pun menetak di setiap tikungan mengapung pada setitik warna di bias cahaya hampar da
matahari semakin meninggi di puncak cakrawala rimpuh gala pada sketsa-sketsa wajah tak berwarna rampai setiap aksara laksana bah di lintang muara g