Sebuah puisi esai mini bagi mereka yang terpaksa tinggal di pinggiran, tempat rawan bencana yang seharusnya tidak dihuniDi Tepian Sungai yang coklat d
Di tepi laut, airnya biru bercandadengan bahasaBahasa AI berenang sampai jauh di bawah pagar bambu laut Tangerang, kota yang tak pernah tidurOmbaknya
mengapakah rindu/bisa lebih purba dari waktu
Tangerang - Sungai Cisadane Tangerang kini bukan hanya sekadar destinasi wisata alam, tapi juga surganya pecinta kuliner. Di sepanjang tepi sungainya,
Semoga pembaca dapat menarik dengan puisi ini
kain putih melambai di tepi lautan abadi merpati mengepakkan sayapnya anak-anaknya "berkicau"
Warung Kopi Tepi Sungai merupakan tempat untuk bercengkrama bersama teman-teman dan keluarga yang ditemani dengan kopi dan suasana alam.
Langkah pertama tak perlu sempurna, Hanya perlu keberanian yang sederhana.
Di tepi sungai yang berkilauan, ku duduk sendiri dengan hati yang mengikuti gemerisik air yang riuh
Hati tenang, jiwa melayang. Ikan berenang, riang gembira, Menyambut kedatangan, seorang diri.
Takdir itu ketetapan dari-Nya, namun doa adalah bisik lirih kita, pada Sang Pencipta.
Nada-nada senja tersusun hening, mengalun lembut pada tepi hari,
Di Hamparan pasir pantai yang lembut, angin kencang yang berhembus. Membawa aroma laut dan di temani secangkir kopi.
Antara angkringan, kehilangan, dan kenangan.
puisi ini menyampaikan kehangatan dan keindahan momen kami berdua saat di Pulau Pari, Kepulauan Seribu.
Aku duduk di tepi pagi seperti menyusun doa yang patah-patah Nikmati indah rupa bunga
ini adalah sebuah pantun ku yang bertemakan cinta.
Disuatu malam yang dingin di tepi jalan Aku berjalan menyusuri pinggiran ibu kota
Saat ini aku lemah teramat Seperti bunga yang layu
Dengan alam yang bersahaja aku menyatu dengan ketenangan