Dua pekan kemudian, pagi-pagi buta, sebuah sepeda motor meraung-raung melintasi jalan setapak menuju rumah terpencil di belakang perkampungan 77 kilom
Belum lagi sempat mengubah gubuk derita menjadi kafe bergengsi, bencana sudah datang menerpa Edi. Ini terjadi empat bulan kemudian, hanya beberapa har
3. Sekutu dan Seteru SEPERTI sudah bisa dinujum, kegagalan Budi dan kawan-kawan merayu Nurjana untuk yang kedua kalinya, membuat Edi Bopeng mencak-m
DUDUK di kursi teras mengenakan sarung dan kemeja batik lengan pendek, ayahanda Nurjana, pensiunan PNS berwajah bersih, sejuk dan segar, membaca tablo
TERNYATA berserah diri membawa berkah yang luar biasa. Belum setahun Usman mendiang, Fitri menawarkan calon diluar dugaan. “Tanya Papa Elak kalau ndak
Datanglah gejolak politik. Karena tidak kebagian proyek PDAM, seorang pengusaha menggerakkan sejumlah preman, tokoh pemuda dan LSM menggelar demo untu
2. Bukan Cinta Biasa SEKOLAH usai. Anak-anak TK Aisyiyah berhamburan keluar. Sambil mengantar ke halaman depan, guru pengasuh sibuk mengatur dan men
Langkah Nurjana terhenti seketika. Berpaling mengawasi pemuda di sampingnya, mata perempuan itu seperti mau meloncat. Barulah Budi menyadari kelancang
Berkata demikian dengan maksud bersenda gurau, Jayak meyingkir untuk mengaso. Tak urung, kelakarnya membuat Anton sirik. Sepertinya, dia tak sabar lag
Tak ayal, suhu politik pun memanas. Pak Kapolres, yang datang ke Pemkot sesaat setelah Pak Wako menerima wartawan Propost, mengancam akan membongkar k
Edi pun kalap. “Kubunuh kau!” radangnya. Jika saja Budi dan kawan-kawan tak mampu menguasainya, sangat mungkin esok harinya Propost terbit dengan beri
Jangan pula ditanya keluhan pembaca awam. “Katanya bacaan rakyat jelata, isinya pejabat melulu. Tiap terbit penuh ucapan selamat. Koran apa koran kau