Sampai kapan engkau akan terus memuja manusia? Ketika berkali kali harapmu dipatahkan olehnya?
Semburat jingga melintas megaMelayang turun dalam sunyiCermin jiwa tiada henti bertanyaKala senandung alam hayati ragaWahai debur ombak...Sampai kapan
keluarga mempelai pria membiarkan rasa malu dan emosi mereka mendominasi, sehingga menyerang orang yang berusaha menolong.
Semburat senja yang melengkung. Sore ini, melingkari mentari yang bertingkah laku adil.
Hadirnya bagai semburat langit sore Oleh: Diana Nabilah
Di senja keenam belas. Di bulan pertama tahun baru ini. Aku hanya ingin mengenang suka
Pada suatu petang, Tak ada pembicaraan, Hening menyumbat
Aku hilang tertelan semburat makna kata Meronta, merintih dan mengiba pada Sang Maha
Sebuah puisi tentang datangnya pagi dan bergantinya hari.
Menyambut datangnya Sang pujaan hati, senyum merekah yang membingkai wajah dua sejoli di pagi hari, kecupan hangat mendarat di jari-jemari, rindu
Pandanglah Aku, jika Kau menginginkan sesuatu yang akan membuatmu menggapai harapan.
Demi kebaikan dan kemanfaatan seluruh alam, ikhlas dan rela menjadi sesuatu yang bahkan akhirnya akan menjadi korban dan hilang di telan waktu.
Tak berharap banyak jika Sajian kopi itu kau sentuh Bahkan kau habiskan Dalam satu tegukan
puisi, arti puisi, puisi cinta, puisi tentang, contoh puisi, menulis puisi
Senja yang BaikSenja menuntunku mengembara menuju keheninganAku menerka ia akan mengusik keadaankuNyatanya ia tak cukup tegaJemari hangatnya merangkul
Kelam gelap malam ini, melengkapi mendung nestapa hari iniMasih seperti hari kemarin, panggung hidup masih dalam
Hujan di luar, kudapati hati yang hingar. Kepada sunyi yang tak berbunyi. Kepada bunyi yang tak bersunyi. Biarkan malam yang mencari! Malam mencar
Secercah bianglala menjulang di kelokan semburat di barat hamparan langit merekam jutaan rona alam yg tak terlukiskan Berteduh aku di pagi ini