Aku selalu menyukai hujanYang di dalamnya ada tersimpanIngatan tentang engkau yang kin menjadi malamTetapi hujan semacam itu tak sampai ke petang
Aku tak punya alasan untuk mencintaimuTetapi aku mencintaimuBerbaris alasanku untuk membencimuTetapi aku tak membencimu
Meski peta sudah di tangan, tiada jaminan sampai ke tujuan
Sekapur sirih seulas pinang, cinta yang perih terus membangkang
Kalau matahari bersinar, biarlah sinarnya menghangatkanKalau hujan turun mencecar, biarlah airnya menyejukkanKalau kau atau aku tersasar, biarlah rind
Kalaulah memang telah sampai pemahaman. Bahwa setiap hari datang untuk mendekatkan kematian
Padahal sejatinya aku hanya perlu segelas air hangatTetapi yang kuburu malah secangkir kopi pekatMungkin itu sebab hidup jadi menjelimpat
Dalam kehidupan yang membelukar ituKurasa persoalannya hanyalah satuSeberapa murni aku mempercayaiMu
Kutemani malam yang gelisah dan berisik Dengan secangkir teh dan sebutir pil analgesik
Spontan kulihat ribuan laron mati dalam bahagia yang semu
Tiang lampu jalan yang lama tak digunakan Menggigil berbalut sepi di batas pandangan
Pada porsi lontong sayur yang mengecil itu, tidakkah kaubaca hidup yang lebam dan ngilu
Selepas dapatkan makna dari yang kaubacaJanganlah tergesa-gesa berhenti membaca
Pada buku yang telah lama ditulisDi halaman berapakah kita sama menangisAtau takdir kita tak pernah segaris?
Muliakan detik ini sepenuh hati dan pikirmu karena ia akan segera berlalu
Ada yang samar-samar kutakutiIalah suatu senja yang sepiEngkau pergi, anak-anak pergi, Tuhan pergi
Adakah sampai kepadamu satu pesan dari danau yang selalu tenang bahwa matahari segera terbenam?
Seikat demi seikat angin lantas putus Dari kawanannya yang terus berembus Mengusap sunyi melawan arus
Aroma sore yang magisDalam satu pertemuan yang tipisYang tak pergi lalu menangis
Keadilan akan menangDengan satu catatanIa tak mengusik kekuasaan