Di balik gemerlap pesta, rakyat terpuruk dalam luka. Ketimpangan memisah, namun api harapan tetap menyala dalam gelap. Kapan keadilan akan tiba?
Aku benci sabtu malam, hari Minggu, dan Valentine
Di dalam sana ia memiliki persinggahan, lakunya masih disimpan dalam kenangan
Puisi kehampaan dan mata yang dipenuhi kepalsuan
Denting jam bising memakakkan telinga, harap cemas menemani diri jua. "Cemas, sembari menghela nafas "
Kapan hari-hari mencekam dan kenangan dijarah ia selalu ada
Dalam diam hati ini membara,Dalam gelap, cinta yang tak terucapkan.Engkau, bintang yang terlalu jauh,Kuagumi tanpa suara, tanpa kata.
Panji ini dia lumayan konsisten belajar semuanya. Di sisi lain dia juga suka menulis sajak dan puisi, salah satu puisinya
Kau menjalani hidup dengan sangat rapi, hingga susah untuk diganggu dengan hati. Kita berada diujung suaka, tak maju, tak mundur. Hanya berdiri
Kamu bernyanyi dengan anggun seraya membuat jiwaku tertegun dengan kebohongan suaramu.
Kau dan Aku telah usai, dengan keberadaanmu yang masih tersisa.
Aku menunggu perempuan di peraduan rindu, setelah semesta melewatkan tujuh purnama pada malam-malam penuh
Jari-jari rumput menari-nari meraba-raba mencari bulan, ketika angin berhenti menyanyi sunyi
Kecil bukan berarti tidak ada. Engkau pasti pernah merasakan cibiran tetangga
Gelora ombak memecah batu di ranjangku, mematah batang linggis yang lama berbaring karena mata-Mu kutemu di wajah rembulan
Cerah harimu tergantung ceria hatimu. Harimau tahu kapan harus menerkam mangsanyaBegitu juga dengan orang tua
Era modern pun masih menyisahkan derita kaum 'kecil', yang seharusnya, karena kemanusiaan, zaman memberikan rasa hormat kepada manusia seutuhnya.
Adik membaca dalam hujan, menghafal jadi adik hujan
Puisi tentang rindu kekasih, tuhan dan kemanjaan karena tehnologi
Keindahan dan kedukaan, puisi manusia yang berkelindan