Puisi permaknaan diri, kakekat diri dan selaras dengan Alam Semesta
puisi sedih menggambarkan harapan-harapan yang kadang sia-sia
Sebuah Puisi Melepaskan Beban Pikiran
sebuah puisi tentang pergolakan jiwa da berpasrah segalanya kepada Tuhan
bulan menyelinap di rimbun taman malam itu, cahaya redup menusuk ingatan kepadamu
Sebuah puisi distopia, terkadang hidup juga penuh ketidakadilan
Betapa rindu terbiasa memeluk sendu Langkah telah menguak beribu takdir Akan perpisahan
Rizal De LoesieKusaksikan langit "Tebing Keraton"yang kuingat, sebilah sajak pernah jatuhmenikam ulu hatimelukai dendam paling rindu
Rizal De LoesieAku malas sekolah.Membosankan rutinitas, seperti sawah terbentang hijauDan tetiba daunnya layu kurang air dan pupuk yang mahalHam
Rizal De LoesieAku tersujud di ujung malamMungkin amarahku telah dinginDari keinginan-keinginanSegenggam cahaya matahari ujung jemariYang menuaikan ka
Helai-helai rindu di kelopak mawarSeperti ku titip di pintu rumahmuSaat hujan rintik perlahanMenumbuhkan kecambah-kecambah rasaserambi hat
Rizal De LoesieYang ku tahu,Engkau adalah perempuanlangkah menapaki di pesisir pantairambut terjurai bersauh anginMenyusuri bangkai-bangkai perahu dan
Rizal De LoesiePadahal,Perihal senja dan nyanyian bakau hanyalah misteriTentang memaknai,Dari nyala langit dan denting gitarmuSepanjang pantai berlump
Rizal De LoesieBeri aku jeda untuk menulisTentang langit lindap dan bulan sabitTentang mata sipit dan senyum genitBukan tentang dedauan berserakanDi t
Rizal De LoesieJangan terlalu cepat airmatamu jatuh, walau desir angin di pantai ini begitu kuat mendera wajah tirusmu. Butiran pasir bagai jelaga men
Rizal De LoesieKusingsing pagi yang montokgenggam cahaya matahari di sela dedauanDan ranting menunggu derak. PatahMenimbun di bawah pokok randu berdau
Rizal De LoesieTerkadang terdengar aum suara tengah malam butaMenaklukkan rasa takut gulita dan gelambing bimbangSusunan belulang leluhur, berta
Rizal De LoesieDiam-diam kubisikkan pada ranum rembulanAgar semua ingatan lekat dalam jiwaHidup yang remah. Jalan yang ragamSesaat di bangku taman Mah
Rizal De LoesieRemang senja dan kerlip lampu kotaSepanjang trotoar. Nyanyian sumbang berdendangDaun kering jatuh di kening, angin semilir menghi
Akhirnya,Pendakian ini begitu terjalHarus kuukur tali nafas dan ingatanKepadamu.Pada kelebat kabut dan belerengKini, kutarah jiwa di Tangkuban PrahuMe