Jaksa Agung Muda Intelijen Prof. Dr. Reda Manthovani Raih Penghargaan Kolumnis Inspiratif dari Hukumonline 2024
Puisi ini berkata bahwa hujan hanya berniat untuk behenti sejenak saja.
Malam ini kutunggu hujanmu reda, semoga bintang asa dan rembulan penghangat jiwa
Tangismu, gemuruh di malam yang sunyi. Namun biarkan fajar membawa sinar harapan.
Kapan kau reda, senja yang meredup, Seiring perlahan mentari bersembunyi.
Hujan memberikan rahmat bagi penghuni bumi. Maka, nikmati dan bersyukurlah!
Tangismu panjang merangkul segala ketakutan. Doamu lirih meredakan gemuruh yang menyakitkan
Hanya diam, tak berkata sepatahpun itu caraku untuk ditimu
atas nama cinta kusodorkan segenap hatiku, basahilah dengan maafmu, aku tak mampu meredakan cinta ini bersama hujan
Ku Bersabar Menunggu Hujan Reda Dan saat hujan reda dan keperluan akan tercapai, aku berkompromi dengan hatiku ...
Pancaroba dan dinamika hubungan dengan segala proses di dalamnya mengantarkan pada komitmen menjadi sepasang kekasih.
Kubuka jendela Ah, hujan belum juga reda Aku tak mungkin berbasah Dengan membawa luka
Kita tidak tahu, amal mana yang akan diterima Tuhan.
Menikmati hujan menjadi aktivitas bermakna sambil menunggu senja dengan bahagia.
Rindu yang selalu ingin membeli payung untuk menaungi diri—berlindung—dan senantiasa meminta reda ....
Ini latihan merindu, menggunakan jari sebagai empati penghapus air mata
Tak akan ada habisnya puisi tentang hujan, sebab dari sanalah puisi menggumpal jadi awan
Seorang gadis yang merindukan hujan, sebab ia bertemu dan berkenalan seorang lelaki yang membuatnya jatuh cinta saat hujan, meski kini Dia menghilang
Sehabis wabah covid 19 ini sementara reda banyak orang seperti laron yang muncul di musim penghujan pagi ini.