kehidupan keluarga ucu yang merasakan ibunya dimadu
Tan Liong Houw adalah satu dari banyak jejak pemain etnis Tionghoa yang membela mati-matian timnas sepakbola di kancah Internasional.
Bicara soal Olimpiade, sepak bola menjadi salah satu cabang olahraga yang cukup menarik, apalagi jika melihat kiprah wakil-wakil Asia ini.
Sastrawan Toha Mohtar secara manis menulis mengenai Ramang dalam salah satu karyanya.
Ramang memang penembak-gawang tepat, dari sasaran mana pun, dalam keadaan sesulit bagaimana pun
Arsyad, kiprahnya tidak begitu nyaring di lapangan hijau dibandingkan kedua kakaknya.
Jika dilihat rekam jejak keikutsertaannya di dalam tim PSM atau pun nasional, sebenarnya putra Ramang inilah yang digadang-gadang mewarisi ayahnya.
Meski tidak memiliki sertifikat pelatih, tahun 1999 Rauf melatih Gasma Enrekang
Mestinya, tokoh sepakbola sekelas Ramang yang hingga kini tidak ada duanya itu layak mendapat penghargaan dari pemerintah.
Akibat merokok yang tidak pernah berhenti, paru-paru Ramang sudah bolong-bolong.
Meski Ramang tidak pernah mengikuti kursus kepelatihan dan memperoleh sertifikat, namun pada tahun 1987 dia memperoleh piagam penghargaan pelatih PSSI
Melihat permainan PSM yang mungkin kurang menggigit, Halim sempat bertanya kepada Ramang melihat pemainan anak-anak PSM
Salah satu kepiawaian Ramang yang banyak dikagumi orang yang pernah menyaksikan penampilannya adalah ketika melakukan tendangan penalti.
Ketika tampil di Stadion Tambaksari Surabaya 18 Juni 1958, PSM mengalahkan Persija 5-3
Terhadap sosok Ramang banyak julukan diberikan masyarakat sepak bola. Ada yang menyebutnya sebagai mesin gol, macan bola, dan sang legenda.
Prestasi kesebelasan nasional Indonesia dan diperkuat Ramang yang paling tinggi adalah mampu menahan 0-0 kesebelasan raksasa Beruang Merah tahun 1956.
Para pemain itu dipenjarakan pada tahun 1963 dengan larangan berkecimpung di cabang olahraga sepakbola seumur hidup.
Anhar menulis tentang kemunculan Ramang yang mengejutkan Tony Pogacnik dan juga orang di lingkungan PSSI, termasuk tokoh sepakola di Jakarta.
Kepiawaian Ramang bermain bola, dinilai Anwar Ramang sebagai karunia Tuhan semata, selain bermodalkan bakat alam.
Pada masa Ramang bermain, tentu saja belum ada sistem kontrak pemain seperti ini.