Puisi bertemakan keluarga ini hanay sebagai kenangan untuk almarhum ayah
...Kali ini, mari kita bermain di sini,Di sekitar daun telinga.Di sana banyak berkeliaran Pendengar-pendengar tuli.Mereka bertelinga lengkap
...Ketika telinga melebihi otak,Pembisik akan laku dimana-mana.Seperti tangan yang ketika melebihi kaki,Pembisik masih tetap laku.Tapi mengapa bisa ta
I/Batu-batu itu berteriak di telingaku,Mengapa dia tidak mengubah kami menjadi roti?Tidak cintakah dia pada keras kami?Kami kepanasan,Kami kedinginan.
: Untuk Jokpin Kau masih senang berkelana Tanpa sarung. Kelanamu di kamar mandi. Maaf celanamu numpang mandi di sini. Mandikan saj
Saatnya kami bungkam untuk tidak berceloteh tentang nafasmu yang berhenti karena ledakan, Nak. Kami tidak bersuara. Maaf kami bungkam,