KANGEN DENGAN SENYUMMUsobat, di mana senyum kau simpan?pencerahan bukankah menjadikan cahaya?canda dalam tatap muka, kenapa jadi bencana?senjata kata
obrolan di berbagai ruang rasanya tak nyaman lagipadahal paska 1998, masa reformasi, demokrasi makin terbukatransaksi pemikiran, di ruang publik pun d
Bertanyalah aku pada diri sendiri, saat berjuta prasangka muncul di kepala, dan segenap sorak sorai rasa, saat orang-orang menguliti dengan pisau-pisa
Tak ubah seperti semalam, letih masih akrab merangkul Paksa mata buka jendela, menyapa: “Selamat pagi jelang siang,” Lantas berburu pandang pada po
Dik, mari Dik, mari ke mari, duduk di teras nikmati malam walau tiada gemintang, namun tetap tersapa belaian angin, lambai samar dahan-dahan bukan da
Saat hitam tidak lagi selalu hitam Putih-pun tak lagi berarti benderang Hitam menyaru putih Putih menyelusup ke hitam Aneka warna bermain dalam ke
Jika engkau bilang aku tengah gundah, kupikir itu tak masalah, sejauh tak membuat mati langkah, tetap teguh meniti kehidupan sesuai arah, dalam obses
Letihku tak mampu antarkan tubuh ini untuk istirahat, berebah, pejamkam mata dan larut dalam pulasnya dunia lain. Letihku, tetap membuka jendela-jende
Meremas malam nan genit dalam ayunan gemintang terdengar bisikan renyah “marilah sini saudaraku,” Engkaukah itu? Sang pengusir resah? Gelap,
Jika tanah adalah kehidupan, Maka tanah adalah nyawa Direnggut berarti pembunuhan terencana Namun mengapa terbangun peta-peta? Kongkalikong pengua