pelacur di taman batas cahaya kota laksana seikat mawar di penghujung musim banjir bau kali bau sampah bau mawar menarik mau kumbang-kumbang jant
sampai di mana kita terkahir? perbincangan yang selalu akan berakhir pada satu : aku anak durhaka mimpi-mimpi memanggilku dari luar jendela bert
embun samar kemarau angin bertiup abu-abu : patah kita bercinta hujan terik matahari merintik : cinta patahkan kita awan-awan burung-burung
*tertuju pada Fidelia Harris kedugaanku atas cinta, seperti menerka mendung tak berarti pertanda langit akan menangis, seperti juga : ia belum t
ku kumpulkan kembali berlembar kisah yang berserakkan di sudut-sudut kamarku kala malam datang dan kesunyian mengepul bagai asap rokok memenuhi dada
untukmu ku hadiahkan tahun yang baru seperti gaun dan sepatumu juga rumah dan deretan mobilmu bahkan jikapun matahari kau hendaki kupetikkan sat
izinkan aku bersyair kembali dan hidup lagi seperti tak pernah mati demi Tuhanku yang telah menciptakan waktu -penyembunyi sajak-sajakku-, aku b
kaget kutemukan celana dalam bersembunyi di bawah bantalku ada huruf g besar di karetnya, juga bercak merah di bagian depannya ku tanya siapa, ia di
malam ini kupejamkan lelampu dan mataku kau masih di situ : manis seperti madu seperti dulu Jakarta, Desember 2011
aku berkumpul bersama tiga jiwaku yang lain berpesta dalam diam yang pekat malam ini bisu seperti juga takdir saat kutanya "mengapa sajak-sajakk
aku hilang sehilang-hilangnya sajak-sajakku pergi menceraikan penaku membawa lari imajinasiku terlalu buruk kesendirian ini. Menteng Atas,
Puisi usang di awal malam berkarat mata ini bernanah mengeja huruf-hurufnya yang rapuh ukiran tanganmu yang dulu selalu kuciumi punggungnya. aku