Sebuah kidung menembus relung jiwa yang terperangkap di halaman buku. Buku yang disusun dari bab-bab kegelapan, keraguan, dan kematian.Syair-syairnya&
Ada bianglala yang terlahir dalam kegelapan. Tanpa matahari dan hujan. Hanya memantulkan warna-warna kelabu. Persis seperti tubuh masa lalu. Ketika di
Musim-musim berlaluan tanpa tercatat. Buku risalah telah penuh oleh coretan yang mampat. Sunyi dan segala rasanya saling berpagut dengan mesra. Menung
Aku merenung. Di balik bayangan mendung yang murung.
Aku sedang membaca buku. Halamannya terbuat dari robekan masa lalu. Banyak potongan rindu menyerpih di situ. Aku mengumpulkannya dengan hati-hati. Sep
Aroma hujan tak biasa. Menyinggahi kota yang lusuh berpeluh. Menunggui halte-halte yang sepi. Menanti keramaian di stasiun dan terminal yang tak lagi&
Mendengarkan kecapi perlahan menuruni perbukitan. Melewati hutan Damar yang dirimbuni oleh keranda dan pusara masa silam. Membuatku kembali memunguti&
Aku ingin, menjadi kata-kata yang dilahirkan dari rahim malam. Sebagai janin frasa yang menjerit-jerit. Dengan suara yang sanggup membelah pekatnya se
Udara yang cukup tipis menggigit dinginnya pagi. Matahari belum juga sepenggalah. Namun aku sudah lelah. Mencoba menggali kesetiaan Mataram.
Ini puisi. Lahir dari kisi-kisi petang. Ketika jarak antara langit dan bintang berada pada titik gamang. Syair-syairnya bermelankoli. Tapi menyala kar
Semerbak aroma hujan menyergap rerumputan. Sore ini, ketika sandyakalaning ratri menutup hari dengan rapi.Cemara dan Kamboja saling bertukar cerita. S
Malam siapa gerangan yang begini tenggelam. Larut dalam secangkir kopi sacetan. Bersama sedikit nyanyian. Dari lintang kemukus yang nyaris saja menjad
Sajak-sajak yang semestinya dirangkai dari kicau burung Prenjak, akhirnya terbakar oleh trotoar panas yang mengepulkan rasa cemas. Syair-syairnya mele
Pagi jatuh dengan tergesa-gesa. Seperti anak gadis yang dipingit dasawarsa.
Pada sebuah senja yang kehabisan warna jingga, inilah saatnya kau mewarnainya dengan tangga nada. Agar segala rasa remuk redam, mengubah dirinya menja
Di petang yang diselimuti rasa gamang, aku menyusuri jalan setapak yang lengang. Jalan yang dibuat oleh sinapsis otak yang terus menerus berontak.
Kau berdiri di perempatan malam yang lupa telah mengenal purnama. Sorot matamu menghunjam kegelapan secara sempurna. Kau berharap menemukan sekumpulan
Berapa banyak airmata yang bisa ditampung bumi. Saat mata air mengering secepat padamnya api. Di puncak musim penghujan. Pada masa ketika cuaca sering
Perempuan itu nampak sedang memadamkan rembulan. Tangannya memegang siang. Sorot matanya kelabu. Mengalahkan langit yang sedang biru.Perempuan itu men
Hujan jatuh di atas kota yang dingin. Membawa pesan tersirat. Malam-malam akan semakin berat. Ketika purnama tertatih-tatih membawa tubuhnya. Menelusu