Boneka menatap tajam, Natasya merinding di malam kelam, ketakutan mengejarnya di rumah itu.
Terjebak dalam mimpi gelap, Alexia dihantui hujan merah darah dan ketakutan, malam-malam penuh darah memanggil.
Puisi ini bercerita tentang kesadaran bangsa.
Aku pernah berada di simpang empat hidup memilih arah perjalanan yang kelak
Di Surabaya tempo itu kau bertamu setelah kemerdekaan berkibar
Semua biarlah menjadi catatan hati yang penuh luka. Luka akan cinta yang tak pernah bertemu, Karena takdir tak merestui atma
Sejak itu aku merasa dunia ku hancur, sejak itu senyum dan tawaku jadi palsu
Waktunya bangsa menyambut hari gembira, Waktunya bangsa menyambut generasi muda
Puisi tentang tidak semua realitas bisa dibentuk dan dirangkai dalam kata-kata yang distortif dan terbatas makna.
Tolong jangan kau berpeluk mesra dengan jalang itu, Tuan!Tidakkah kau tahu bahwa sesuatu dalam dadaku riuh menabuhkan genderang amarah?
Oh Tuan, tega nian kau tancapkan duri pada perasaanku
Ayoklah mulai menghargai sesama manusia. jadilah manusia yang memanusiakan manusia.
Pengelana yang menderita penyakit rindu akan kekasih tercintanya, sedang berjuang mencari obatnya dan berjuang untuk bertemu bersama.
Jangan sampai kita diberdaya berita hoaks dan malah sampai teradu- domba. bacalah jika ingin tau dan tanyalah jika tak tau. tak perlu merasa malu.
Aku tidak ingin pacaran jika hal itu tidak lebih baik dari sebuah persahabatan dan jika tumbuh api kecemburuan dan merusak semua kenangan.
Sekedar cerita malam biasa dari seorang anak remaja yang sangat cinta akan rangkaian kata dari para pujangga, seperti contoh beliau W.S. Rendra.
Kisah relasi dengan seseorang yang hingga sekarang pun namanya tak diketahui.
Sejak pertama kita bertemu, aku ingin mencintaimu dengan Indonesia sebagaimana mestinya
Puisi tentang wanita yang ditinggal tanpa kabar oleh kekasihnya