Puisi tentang pandemi dan kematian akibat covid-19.
Puisi sedih tentang seseorang yang merasakan kehilangan akibat pandemi covid-19.
Puisi tentang pandemi virus yang saat ini sudah bermutasi. Semakin aneh, semakin tak terkendali.
Puisi tentang kabar kematian yang terus bertambah akibat pandemi.
Puisi luapan kesedihan yang hampir setiap hari mendengar suara sirine ambulans. Di balik itu, tentu untaian doa untuk mereka yang sakit dan menderita
"Tuhan, bolehkah aku marah? Pada siapa saja yang menganggap nyawa manusia begitu murah. Mengebiri empati demi lembaran-lembaran rupiah"
Rintik hujan pagi hari. Dingin menusuk kulit. Tapi hilang sekejab berganti cerah mentari. Hangat dan penuh energi.
Penghuninya sedang menaikan imun dengan bernyanyi
di sebuah ruang berhias tabung dan selang, seorang pria berjuangseorang pria renta berjuang antara nafas yang ada dan hilang
Pandemi tak pernah berpikir tentang gemuruh riuh di dalam perutku
Pandemi telah menjejak setahun di bumi.
Bila abu kembali datang, dan gelap menutupi desa kami yang permai Lalu tanah tempat berpijak menggeletar Serta ladang hijau memutih disalut debu
Kita dihadapkan dengan sesuatu yang menakutkan.