Membaca sepi pada diri sendiri yang banyak angan dan membuat semakin merdunya SEPI
Sepi sering menginspirasi puisi. Jangan membenci sepi
Ini hanya puisi sederhana tentang sepi yang terkadang merajalela
Berdiam sejenak dalam rindu yang tak bertepi, Hingga kembali sepi di ujung yang tersembunyi
Puisi tentang sepi. Sampai suatu ketika sepi telah biasa kulakoni hingga sepi tak lagi terasa
Kala lelah menggugah hati, Entah mengapa hati ingin pergi
Namun demikianlah terkadang kehidupan dalam lajunya, bahkan sendu kini telah menjadi sebuah nyata
Merenungi sepi berguna untuk refleksi bahwa kebahagiaan di tengah keluarga adalah anugerah tak terperi
Gadis kecil itu begitu piawai memetik rindu yang lagi sembunyi di antara kabut-kabut lembut senja.
Hari ini, dimana aku berdiri. Hanya aku sendiri. Di malam yang tenang dan sepi.
Hujan Tak hanya berkisah tentang kesedihan Tak hanya bicara tentang kesendirian
Embun pagi terdiam di kursi senja. Menemani bisu menempa air mata. Membiarkan bulir-bulir sunyi menikam sepi. Tak lagi mampu sembunyi.
Sunyi Sepi Tak ada yang tahu, tak ada yang peduli Aku berteriak Aku berlari Tapi apa?
Fajar ku kembali menghilang. Entah apa yang dikerjakannyaPagi buta ku tunggu tak tiba.
Aku seperti bunga liar. Yang tak terlihat. Kecil. Di antara Alang Alang. Entah kenapa aku di sini. Bukan untuk protes. Tapi inilah jalan takdirku.
Dalam padang lalang menghampar kerontang purnama jadi suram, tak bercahaya seperti biasa malam ini ia sendu, seperti giris tertusuk ilalang
Letih menunggu di persimpangan Membalut diri dalam sepi Terbelenggu dalam bayang semu
Malam merambat naik kian melarut dan dingin sedingin sepi menggigit
Lelaki itu membagi-bagi hatinya ke dalam beberapa kamar. Hanya ada satu kamar besar yang utama.