Pagi sendu, aku duduk di sebuah bangku Memandangi lara yang terlalu memaksa di matamu
Puisi berjudul rindu yang saya tulis pada saat saya rindu pada saat itu
Suatu ketika pernah aku meminta, "Engkau jangan menghilang, nanti aku luka."
Seseorang menapaki malam sebagai kesunyian Tetapi semesta tak lama mengaminkan
Engkau yang berkisah Sedangkan aku hanya menulisnya
Begitu luasnya ingatan, tetapi mengapa aksaraku tidak juga menjadi bulan? Redup, tiada cahaya pada tiap jengkal katanya.
la-la-la-la ...Masih adakah suara-suara?Selain, "Eh, para majikan hari ini,berbagi bual seperti apa lagi?"
MENUNTASKAN KEPEDIHANPada langkah yang sunyi, seorang lelakiMelantaskan perbincangan dengan Penguasa hari iniManakala isi hati, tak mesti untuk diriny
Apa kabarmu, tuan? Lama sudah tidak memorak-porandakan
Seorang lelaki yang tak ingin menggerutu Dia enggan lagi akrab dengan masa lalu
. Pada kecemasan yang abadi dia pun sibuk, sibuk memberinya arti.
iSebelum keramaian berbelok menuju sepiSecangkir kopi mengepul di atas meja"Tanpa gula," katanya
Di suatu ketika, langit merah saga Embusan bayu membuat pepucuk randu menjura
Seseorang berdiri di tengkuk siang Sambil mencari ke mana arah jalan pulang
Tentang sepi di ujung-ujung hari. Adalah milik dia, lelaki yang sendiri
Pada mata yang rapuh, seorang bocah bertutur pedih terlampau riuh.
Angin yang embuskan detak kematian Menakuti dengan sebuah kepunahan
Pada akhirnya, aku tak lagi menulis puisi tentangmu. Tentang seorang wanita yang sempat datang bertamu.
Dan malam hanya terdiam Dalam tenang yang menghanyutkan
Sebelum Aku pergi Menghilang untuk kesekian lagi