Esok hari, mari sambut sang mentari Sambut sambil menari Lalu kita saling menyikut lagi
Kita telah diusap oleh kebesaran-Nya. Sebab, kita tak mungkin membersihkan sendiri.
Kuis yang menarik walau baru kali ini dicoba, masih ada salahnya walau banyak benarnya. Mari coba.
Idul Fitri melahirkan jiwa-jiwa baru bagaikan bayi yang baru terlahir ke bumi.
Ramadan berlalu, gema takbir bertalu. Selamat Hari Raya Idul Fitri, Hari Penuh Kemenangan
Buku itu berjudul idul fitri, pada lembaran pertama berisi pengantar kerinduan-kerinduan
Mercon dan kembang api Lebaran akan menyambutmu dengan senang hati, mengobati kecewamu dicincang pandemi
Ini idul fitri keduaku yang senyap, kau memerangkapku dalam ketupat kerinduan nan tak berketepian
Hidup ini terasa terlalu susah untuk dibuat mudah bagi mereka yang tidak pulang ke rumah
Inikah fitrah, merindu sifat dasar, bawaan kodrat
Malam yang fitri ini aku datang dengan rasa malu yang tak mungkin lagi kusimpan sendiri
Hingga bisa bertemu dan berkumpul kembali. Ke masa-masa nan indah, yang sejati. Masa ketika aku dan engkau Sepenuhnya bahagia dan menyatu.
Selamat Idul Fitri, wahai sang langit, sang tanah, dan sang mata air
Pergimu membawa serta keping-keping noda hitam dari kumpulan nista dan kelamnya dosa
Gemintang berpendar-pendar Endapkan sepi yang baru saja menepi Malam kemenangan segera tiba
Merunduk malu bebal membelenggu Sesat akal bengal memburu Hati keras membatu
Kau akan berlalu Berganti bulan baru Dan aku akan menunggumu di ruang rindu
Lebaran telah tiba Kata maaf berlarian keluar dari lubuk yang paling dalam
Kumandang takbir bergema menembus dinding tebal cakrawala sukma bergetar disertai luruh air mata
Lebaran cucuku. Dengar gema takbir mengalun. Masuk ke ruang ruang hati. Memberi warna dingin.