Pagi ini..Ketika udara masih basahSuara mendayu lewat toa menuaDalam balutan angin berbisikSatu nama memuai lewat udara
hilafku menganggapmu guru, kusangka kau titisan langit pencerah jiwa
Pada ruang-ruang sepi kusimpan diri,Kulihat nan jauh kabut menghalau malamLembah nan jurang menganga memanggil pulang
Maafkan Kami.. Tak sempat bersapa di ujung waktu Namun dalam doa -doa suci kami selalu melayat. Selamat tinggal sahabat, semoga selalu
puisi duka cita atas meninggalnya Kompasianer Indra Rahadian
Hidup tak pernah sewarna,, di sana letak keindahannya.
Kicau burung bersahutan nyanyian alam yang merdu aku mengingatmu, Ibu...
Hembus angin membawaku pada lamunanbayang ketidakhadiranmu ke mana kah senyuman itu?
Puisi tentang berduka. Berduka adalah proses yang tak (akan) pernah usai.
Sajak duka ini belum berhenti rasa sedih datang dan pergi kerinduan menggebu lalu pilu
Kudengar ucapannya yang terbata kata per kata inginkan makna dengan segenap tenaga yang tersisa,
Pada bulir-bulir cinta putih, ada kasih sayang, ada rindu, ada derai doa-doa selalu seperti dulu. Sebuah puisi tentang berdamai dengan duka.
puisi ini terbuat dari rindu bertebaran pada lembar biru melekat kuat dengan waktu
Air mata kaum kolongmelarat entah sama rasa pada air mata kaum konglomerat hingga varian aspek kaum pesohor
Bunga-bunga menekuk diri dalam genggaman kaum berkabung yang berbela rasa, syair penguatan dilantunkan kaum pini sepuh terpercaya,
Demikian puisi yang saya tulis dan bacakan hanya dalam tempo kurang dari 3 menit. Semoga menjadi 3 menit yang berkesan pada keluarga berduka,
Segala yang lusuh kelak akan diganti, dan dia harus bermalam sendiri
Sahabat Kau telah mengakhiri pertandingan hidupmu hari ini Bersama Tuhan yang kau layani hingga detik terakhir
Sebuah persembahan puisi untuk mengenang kebaikan ayah yang di wajahnya terlukis kehidupan penuh pengorbanan