Kala hujan, langit jadi kelabuKala hujan, sejuk menyapa kulitmuNamun, hari ini berbedaMatahari yang sebelumnya menyengat tak bersembunyiMalah menantan
Aku hanya ingin memelukmu Seperti rembulan pada langit Saling berpagut
Bukan karena aku ragu akan ketangguhannya namun khawatir dia sedang kehilangan arah
Kapan jalan ? Yang dihati Kapan Kita bisa jalan? Jalan jalan juga butuh pembiayaan. Sabar ya, karena hidup bukan melulu jalan jalan tapi juga juang
Di perpustakaan jiwa, cerita kita bernaung, Tersimpan di rak ingatan yang tak pernah rapuh
Dengan puisi ini kita terasa menyentuh kedalam sukma
Kini saatnya bangkit dari buaiannya,Melawan pesona palsu yang menyilaukan
Siapa? Aku berulah dengan kata siapa, sama saja halnya aku siapa, dalam ruangmu wahai siapa bagi yang tak mengenal!
Cahaya Islam KontemporerDi relung dunia yang gemuruh ini,Cahaya Islam terus menyinari
Puisi memotivasi diri untuk menjadi lebih baik
Di ujung cahaya, Di mana gelap berbisik dalam diam, Aku melangkah perlahan
pada malam-malam bisudan terangnya siangsenyummu terbayangjuga gelak tawamulagi dan lagitanpa jemu tanpa ampunaku dibantai rindu
Di kejauhan, kudengar napas kuda Gadingmas, ritmenya seperti detak waktu.
Sebuah cendramata dari Svarga (Surga) untuk sebuah rasa khayalan. Bukan berasal dari dunia fatamorgana tapi Meta
Berpuisi adalah proses terus-menerus untuk menemukan jati diri kesadaran ruhaniah manusia
Dalam denyut waktu yang tak terhenti, Hidup ini bagaikan sungai yang mengalir
Angin membawa bisikan resah, Namun harap tumbuh diserap waktu.
Ilustrasi pecahan kaca (sumber gambar : m.kumparan.com) Kala kudengar kabar gundahAku bagai kaca yang pecahCeritaku hampir punahApakah hatiku…
Netizen +62 selalu ada di setiap berita baik dalam negeri maupun dunia internasional.