Sudah, usap saja basah di cela-cela langit itu, ada aku
Barangkali mentari sebentar lagi bersinar. Menerpanya, menyirnakan embun itu
Sofa kuning itu tahu sejarahnya bahwa kita pernah menitipkan pantat sampai benar menghangat
Haruskah aku meminta agar bertemu kembali? Atau meminta-Nya mendatangkan pengganti?
Biarkan aku mengecup kasihmu, mendekap sayangmu, mengelus daun hatimu,
Tiupkanlah mantra sayang pada balik ubun-ubunnya; singgahkanlah
Kita pun menjadi teman yang saling menyembunyikan mau di balik bisu
Aku berlayar dengan perahu ambisi, melintasi banyak karang dan badai kenyataan
Bertualang di dunia cinta, mengendarai permadani rindu, terus mengelilingi ruang asmara
Lantas, seperti biasanya kamu akan ikut menyapa lagi, "Selamat pagi, Honey!"
Empunya bintang yang berkedip di dalamnya, Sukmaku terpanggil liar memandangnya
Cerita tentang harta karun itu masih melegenda dalam jiwa
Lirih menggores kata biar terudara. Memintal doa dalam anggunnya tengadah,
Ini murni rindu, yang ku hanyutkan dalam hembus angin sore, sembari menatap senja
Buat apa pula cinta mengenalkan kita kepada sebuah ikatan
Dirimu lebih lembut dari angin yang melambai dengan manjanya
Bayangmu masih nyata dalam peluk ingatankuPandang terus menerawang ruang tak terpandang
Sementara malam mencekam sudah tiba menerkamSeakan-akan sukma pun hampir mati dengan lebam
Itu karena aku rindu, harusnya kamu pun begitu....
Dua mata kita bertemu di ujung rinduBiarkanlah dekap ini terus memelukmu