Hallo, sahabat Kompasianer tercinta!Pada tanggal 16-24 Februari 2016 kemarin, saya dan S Aji mengajak teman-teman semua untuk melihat lebih dekat kehi
[100Puisi] Buruh Pencakar Langit Di balik jendela apartemen Menjulang tinggi rumah kaca Sosok mungil menggelantun
Satu hari di Jakarta “orang kecil” berbaur dengan “orang besar” senangkan hati walau hanya sebentar nikmati pagi berjalan kaki
Clurit.... Teriak lelaki itu setiap pagi Clurit... Suaranya melengking tinggi Tiga puluh tahun lebih berlalu sudah Sejak kak
*** Hunian limabelas lantai laksana hotel Halaman luas lengkap landasan helikopter Liburannya harus Hongkong, Hawaii Hidup layak Hari-hari hebat Hmm
[100Puisi] Mencangkul Sebongkah Hatimu Membelai Semenanjung Asa Kini Gulana Puisi : Edy Priyatna Berilah kendaraan tak akan lewat lagi di jembatan nan
"Mbak, mari mbak cuma sepuluh ribu rupiah saja mbak seikat bunga Edelweis bisa bikin abadi cinta mbak lho..." Taw
Gigil jemari jepit rokok yang nyaris melengkung Dihisap kuat sehingga pipi mencekung Menahan dingin yang merayap sejak subuh Dibangunkannya gadi
Perlahan tapi pasti melaju Wahai sepeda jengki yang setia kukayuh Demi menyambung remah demi remah hidup Ku buka isi tas yang sudah lapuk
Suara yang memancar dari langit-MuMengguyur deras rantakAlam tak kuasa menolak Rumput-rumput bergoyangMengiring irama petani berdendangLenggang lenggo
[100Puisi] Panjangpun tak Berani di Tunggu Kerinduan Bagai Api nan Selalu Terbakar Puisi : Edy Priyatna Sayang nan tulus takkan lekang oleh waktu adal
Nak, kelak kau bisa mengangkat derajat orang tuamu, gadis kecil berponi mulai menghitung kertas-kertas,demi membantu sang ibu nak, ayahmu meman
bau! kotor! menjijikan! hei, tunggu dulu! siapa yang kau caci? bukankah semua manusia sama? sama derajatnya di hadapan Tuhan? berkacalah barang sejena
Orang melafalkan namaku malu-malu Bila aku melekat s’bagai pakaian mereka Di lain waktu Aku Sang primadona di mana-mana Bila itu demi singgasana
Seragam tentaramu untuk pengabdian Bertani untuk membiayai sekolahku Doakan agar turun hujan! Kelak panen, kita beli tas barumu Begitu pintamu
Pada suatu hari di sebuah lampu merahAnak jalanan berebut sedekahJangan heran apalagi gelisahBeginilah perjuangan mencari nafkah Dikau muncul dengan s
Mengaku anak jalanan hidup kaya berkecukupan Mengaku anak jalanan hari-hari berpesta makan dan minuman Mengaku anak jalanan padahal tidurnya di
Jejari yang telah usai genapi wajib sampaikan bersuap rezeki ke lambung-lambung suami, anak-anak pun para papuq atau ninik Jejari yang kembali ra
Maka aku di dunia, jalankan kehendak AllahKumengerti bila aku tak selalu pahamApa yang ada, itu kuterimaKukenal ibukota karena ayahSekolah Dasar kelas
Ibu Rosida, wanita gerobak Ibu Rosida,,,,Baru tadi pagi kudengar namamuTernyata Engkau telah tiadaKarena kanker payudara yang engkau derita &nb