Senja merah merona membakar langit barat. Udara dingin merayap, merambati desa-desa yang tenang. Kelelawar berterbangan berputar-putar memburu makanan
"Apa yang dilihat orang akan menjadi satu kebenaran, Mas?" "Tergantung dari sudut mana ia melihatnya. Penghakiman tidak bisa dilakukan dalam satu s
Narti langsung mengulurkan tangannya, "Narti!" ucapnya dengan pasti. "Saya Munandar, senang bertemu dengan nona," sahut Nandar pelan. "Sudah lebih d
Semua kesunyian seperti telah tereguk dalam hati yang bimbang menatap satu ujian yang belum dia selesaikan semenjak bertahun-tahun yang lalu. Nandar m
"Kemuning," Hartanto menerawang ke dalam cakrawala. "Kemuning adalah perempuan yang sederhana. Perempuan, yang mau menerimaku apa adanya. Perempuan ya
Setelah sampai rumah, Hartanto merebahkan tubuhnya di atas tikar pandan sambil menatap langit-langit kamar. Hanya sebentar ia bertahan, ia menjadi res
04:30, pagi hari yang dingin. Dalam perjalananannya pulang ke Bantul, Hartanto bertemu dengan Nandar yang sedang mengendarai Honda Pitung dengan pelan
"Aku tahu! Aku sudah memilihnya." Ucap Fais menegaskan posisinya. "Terima konsekuensinya. Setiap pilihan punya konsekuensinya sendiri-sendiri." "Cin
"Sendirian, Is?" tanya Hartanto renyah. Fais tidak menjawab selain dengan mengangkat kedua tangannya melebar. Dengan gerakan itu seakan dia ingin men
"Kenapa?" "Aku tidak tahu, Ko. Rena yang dulu kukenal tidak lagi sama dengan Rena yang sekarang, tidak sama dengan yang kamu lihat semalam. Ada sesua
18:30, Hartanto sudah berada di dalam Cangkir selama dua jam. Dia duduk di sana sambil menyesalkan tindakannya yang telah meninggalkan Rena dalam kead
"Umurku belum terlalu bisa memahami soal takdir secara penuh." Ucap Nandar. "Setidaknya kita tahu, ada tiga takdir yang sudah digariskan sebelum kita
Usaha Hartanto ternyata tidak sia-sia. Rena melepaskan pegangannya walau masih menyisakan ketidakrelaan saat Hartanto akan meninggalkan dirinya. Lain
Perempuan muda, tinggi dan cantik berjalan di halaman Kampus Merah. Rambutnya yang panjang dan lurus menebarkan bau harum. Semua orang memperhatikanny
Di dalam kantin Hartanto melihat Fais yang duduk sendirian. Orang-orang yang di sana tidak ada yang mereka berdua kenal selain pemilik kantin dan Fais
Mereka terus berjalan tanpa berhenti. Bersama-sama menuju Kampus Merah, yang tentu saja bukan nama aslinya, yang atapnya sudah terlihat dari kejauhan.
Nandar tetap diam berdiri melihat Hartanto yang semakin jauh. Ia tidak menyangka kalau dirinya telah menjadi penghianat yang menusukkan pisau di antar
09:15, Hartanto dan Munandar berangkat ke Kampus dengan berjalan kaki. Di dalam perjalanan mereka terus bercakap-cakap tanpa pernah berhenti. Pada saa
Hartanto tertidur beberapa menit saja. Ketika Hartanto bangun dia menemukan dua gelas kopi dan langsung menyambar gelas yang masih penuh. Rasa kopi ya
Setelah beberapa lama, Hartanto beranjak menuju kasir. Di sana ia bertemu Eko yang memandanginya dengan senyuman heran. "Malam ini masih menjadi malam