Aksaraku meranting rapuh. Pandangan mata begitu aksa. Entah pada lapisan bathinku berucap tabah
Tepat malam ini tidak lagi malam, Jarum jam telah rebah ke seberang Adalah puisi ke lima, Pada cangkir kopi keduaItu bukan apa-apa, karena sunyi telah
Kini aku tahu kau berumah di tengah samudra, jauh dari sampan retakku