Ayu Utami kembali dengan "Larung", novel politik dan feminisme. Kisah empat perempuan melawan ketidakadilan di era Orde Baru.
Beribu-ribu kata rindu terkulai layu. Nyatanya senyap tak merindu
Sebuah puisi tentang melarung luka dan memulai kembali pertautan nan tamam.
Di sini langsung segar buat seperti baru dilahirkan dari rahim bumi yang menyejukkan
Hatimu setetes embun, lepas landas dari udara; mengapung kubiarkan ia bergegas lalu larung
Kau bilang: larung sekarang, Dhiajeng.
MARTINO sudah tidur sekitar sejam yang lalu. Tangan kanannya masih memegang buku berwarna merah keungu-unguan milik Ayu Utami itu. Buku kedua setelah
Matahari sore telah sedikit ditelan awan. Langit memerah kekuning-kuningan, memburatkan aura kedamaian, juga kegelisahan. Sekawanan Camar terban
Jika memang langit akan runtuhDi tanah yang tak pernah tumbuhSejuta angin memuput ke layungBertutur tentang laut masih a
[caption id="attachment_314404" align="alignleft" width="325" caption="Larung, nelayan membawakan sajian makanan untuk ikan di laut supaya tidak musna
[caption id="attachment_159161" align="alignleft" width="315" caption="Penampakan Batu Larung dari depan"][/caption] Semua berawal ketika saya meli
sesaat pasca senjakala jemariku menabur bunga kepingan luruh meraih tirta melarung kisah di lautan masa petang ini karakterku mati sang puteri