Kupandang dan kutatap, Sepasang telor mata sapi yang tersaji di meja makan, Setengah matang dengan kuning telor yang tercetak sangat jelas.
Kau yang tak pernah bisa kusentuh, apalagi ku raih. Engkau hanyalah bayangan bisa kulihat tanpa bisa kusentuh.
Lajulah... Laju bahteraku, Bawalah aku menuju pulau harapan, Untuk menyemai benih-benih cinta..
Disini, ditepi sebuah telaga. Masih kulihat pahatan nama kita, diatas baru hitam.
Semilir angin Kumbang yang berhemhus, kering dan dingin tetapi membawa kemakmuran
Malam bulan purnama tanggal 15, Aku memandang langit penuh ketakjuban,
Aku sendiri serasa tanpamu, Ditengah hiruk pikuk sebuah pesta, Diantara berjuta bintang di langit.
Terima lah hadiah ini, Sebagai ungkapan hatiku, Walau tak seberapa, tetapi mewakili perasaan ku.
Langkah ku semakin gontai, Mengikuti jejak yang kau tinggalkan, Namun semua usaha ku seakan sia-sia,
Mencintai mu dengan cara yang lain, agar tak merasakan sakit karena dusta yang kau tinggalkan....
Untuk mu yang disana... Tenanglah engkau dalam tidur panjang mu, Karena tak lagi kau rasakan sakit.
Jalan kita masih panjang.... Jangan berhenti dan terlalu lama beristirahat,
Engkau menjadi sahabat ketika aku membutuhkanmu, Memberiku manfaat untuk aku minum, mandi dan mengairi sawah ladang.
Malam syahdu bertabur sejuta bintang, Terang ditengah tanah lapang, dibawah sinar rembulan.
Aku saja yang kau cintai dan... Cukup aku. Aku tak mau ada hati lain yang mengisi relung hatimu.
Puisi yang mengungkapkan rasa terasing di tengah keramaian