Biarlah kebisuan ini bersembunyi dalam setiamu. Agar mentaripun tak mampu melihatnya
Jemari Asmara Renjana perlahan mengambil pena dan secarik kertas, di bawah rembulan yang cahanya redup di mangsa oleh mendung dia tulis sebuah surat.
Apa yang membuat mulut kita tak bisa banyak bicara? Mungkin kita sedang kangen Ayah
Ragu dan bimbang berkesinambungan, mencipta kekacauan. Seakan ingin melangkah, tetapi terjebak di sebuah aliran sungai yang harus di arungin tanpa jem
Dalam kebaikan yang berbicara dengan senyuman, Bahaya kebisuan bersembunyi di balik tatapan diam.
Aku benci kebisuan, kala tak satu pun dapat terungkap dengan kata di antara kita.
Biarlah kebisuan ini bersembunyi dalam setiamu. Agar mentaripun tak mampu melihatnya
Perihal diammu menimbulkan tanda tanya besar, lalu Aku meresponnya juga dengan membisu, tetapi itu membuatku tidak baik-baik saja.
Aku hanya bisa terdiam untuk mengenang kenangan ini. Aku hanya ingin sedikit merasakan rasa pada pemilik rasa ini
Apa yang kau lihat dariku? Sebuah wajah yang selalu bahagia? Begitukah? Iya kah?