Di mana berkat yang lahir dari tulus hati jika mereka yang mengabdi justru tersakiti?
Dinding beton, jeruji besi, mencengkram jiwa dalam penjara pikiran. Bayangan kelam menghantui, luka lama menganga.
Bukankah dengan memberi batas, kita justru bebas? Selamat berbahagia, Agustus, tempat di mana jeruji mendapat merdeka.
Fokuslah pada tujuanmu, raihlah mimpimu dengan penuh semangat.
Biarlah aku jalani sendiri karena hidupku sidah tak berarti
Di balik dinginnya dinding beton dan terbatasnya ruang gerak, terdapat sebuah kisah harmoni yang menggetarkan jiwa di Rutan Temanggung.
Di balik jeruji besi, aku melihat hari berganti, musim panas dan musim hujan.
Malam adalah realita kehidupan yang menciptakan suasana tenang untuk berkreasi dan berimajinasi.
Melepasmu di dalam jeruji suci, perlu mental dan perjuangan yang tinggi, bagiku juga bagimu.
Puisi ini saya buat dengan tema kesedihan. dengan subjek merpati sebagai makhluk yang tersakiti mengunggu datangnya sosok elang
Kan kulukis nafas terakhir, Bersama luka di jeruji besi
Setiap keburukan akan ditampakkan, dan setiap kebaikan akan dimuliakan
Bahagia seakan tak ada kesalahan Bahagia seakan berpihak padanya Kebahagiaan seakan-akan miliknya
Keadaan yang terpenjara akibat pandemi
Pilar kenangan damai kapan kau kembali ke dalam hati manusia saat ini?
Maafkan aku, kawan. Anakku kemarin minta uang sekolah.
Menghilang bukan hilang Tapi terjebak dalam angin kencang Terbang hilang arah
diremang puisi alismu nampak membiru tebal mengkaramkan dua puluh perahu
Biar hatimu terenyuh Pada jeritan anak-anak yang binar matanya kian redup menatap bayang ibunya tak jua menjelma
Melintas kenangan dalam batas anganberkelindan ingatan yang nir usangkujejak kaki bertilam sesak sukmamereguk harap yang sempat meredupmengepak, mengi