Tapi adakah yang masih bijaksana mencium bau kecoak dalam suara?
Bukan bahagia di atas derita, hanya pencerita yang mendengar jerit, tak bersuara.
Puisi tentang Ibu. Aku melihat senyum tulus padamu. Ibu
Tubuhku ringkih, mataku sayu, kulitku legam, kakiku pincang. Aku tak sedikitpun punya tenaga untuk bangun. Perutku keroncongan, sedikit melilit karna
Langit malam terang benderangPecah di kesunyian menegangDimulai lagi... dentum meradangPanik massa terbang menggeramBerbaur dikepedihan tertanamDitika
Saat pusaran waktu kini melesat menderu berpacu dengan semu nafsu. Kegoncangan jiwa, keresahan hidup selalu membuntuti dalam glamor kehidupan. Dan
dari ujung bibir mengering.... kutahan agar tak membelah malam agar jeritan hati tak sampai terdengar ber iring Sapuan rembulan emas pun kutepi