"Aku merasa bersalah kepada romo!" ucap Ki Songkok dengan nada penuh penyesalan.
Mereka semua terdiam merenungi nasib Nusantara di kemudian hari yang begitu memprihatinkan itu.
Desa terpencil itu digemparkan dengan penemuan mayat seorang perempuan tua.
Ki Dewan merasa seakan berhadapan dengan bayangan. Inilah musuh terlincah yang pernah dihadapinya.
Pemimpin padepokan cabang itu tidak melayani sikap kasar Ki Genuk. Dengan tenang dia berkata, “Maaf, permintaan Raden nanti akan kami sampaikan kepada
Gala melihat cincin pirus di jari tangan kanan Ki Dewan. Ia tahu itu seperti cincin yang dikenakan ayah angkatnya, Guru Lintang. Ia pernah mendengar b
Selagi tidur, di dalam kamar yang tertata indah, wajahnya setenang wajah bayi tanpa dosa, sama sekali tak terusik oleh pikiran-pikiran hari esok.
Saat perpisahan, Kyai Wotwesi sempat meminta agar cucunya memberikan pusaka Pring Kuning.
Ia tidak pernah menyangkah bahwa hari itu akan meninggalkan kenangan yang tak akan pernah terlupakan sepanjang perjalanan hidupnya.
Hari itu banyak orang yang tidak tahu bahwa komplotan penjahat yang paling berbahaya di Jombang telah ditumpas habis.
Tiba-tiba di belakang terdengar suara tawa perempuan cekikikan. Suara tawa yang sekaligus mirip tangis memilukan.
Sebagian anak buah 'Wong Langit' menggotong Pendekar Cebol yang tak berdaya dengan perut robek. Sebagian lagi bergantian menggotong mayat Warsito.
Ghandi sedang berhadapan dengan Manggala yang usianya setahun di bawahnya. Kedua bocah kecil itu sudah biasa berhadapan dalam setiap latiha
Ucapan itu sangat berwibawa dan sama sekali tidak mengandung kebencian, akan tetapi cukup menusuk jantung ke dua belas murid yang asli pemuda dusun it
Ucapan Ki Kalong Wesi itu seolah sebuah perintah yang tidak bisa dibantah. Wajahnya yang seram seolah-olah menyampaikan ancaman, ‘Orang yang sudah tah
“Kamu pasti sudah banyak mendengar!” Ki Wiryo menarik nafas panjang, “Aku tidak heran!” katanya dengan suara masih tenang,
Ketika Ghandi mencari-cari pohon yang dimaksud kakek buntung, tiba-tiba tendangan keras dari belakang bersarang di tengkuknya.
Pada saat itu, Ki Kalong Wesi berdiri dengan wajah pucat. Matanya tajam menatap, bukan kepada Lintang yang hebat itu, melainkan ke atas tanah
Kebetulan sekali tubuh Si Iblis Betina itu terlempar ke arah Lintang, yang sedang mendesak musuh-musuhnya.
Kedua pendekar tua yang sangat jahat itu sepakat dalam satu hal, bahwa suatu hari nanti mereka harus melakukan pembalasan.