Juni bulan Istimewa bagi sastrawan Sapardi Djoko Damono
Perubahan Iklim, Hujan dan Banjir dan Perilaku Manusia Dalam Menjaga Alam
Inspirasi tak berujung sejuta puisi
Longsor di Ende, Nusa Tenggara Timur, adalah tragedi yang mengingatkan kita akan kerentanan daerah-daerah tertentu terhadap bencana alam.
Hujan Bulan Juni menggemakan sendu diksinya, tatkala ia turun pagi ini di awal bulan Juni.
Aku ingin mengenang Sapardi Djoko Damono dalam sajak kumpulan "Hujan bulan juni"
Ekranisasi novel Hujan Bulan Juni menjadi film hampir membentuk sebuah karya baru karena banyaknya perubahan, Hanya saja inti ceritanya masih sama.
Simponi ini tak lagi melodis. Rinai yang jatuh membasahi, nyanyiannya dalam deruan angin sejuk yang mencekam tulang, aku sungguh membenci hujan.
Sejak kepergianmu, Aku makin merasakan betapa indah puisi hujan bulan Juni, meski ketika membacanya terasa sangat kehilangan
entah kenapa huruf-huruf bersama prasangka berjatuhan pula ke sisa gerimis di bulan Juni
Menjadi seorang pluviophile, mungkin memberikan efek jadi lebih romantis dan produktif menghasilkan karya di bidang seni dan budaya, seperti SDD.
Seumpama wajahmu dan hujan juni tak berhenti bersenandung
Unsur Intrinsik Dalam Puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko Damono
di bawah pohon saat gerimis senja tiba, hati terasa teduh lalu kita saling memandang. tak ada yang salah, kita tak boleh salahkan hujan pada daun itu
Hujan pun turun. Ia mengajarkan ketabahan, kebijakan dan kearifan bila mengutip kata-kata Sapardi dalam puisinya.
Dramatisasi puisi hujan bulan juni, Sapardi Djoko Damono
Novel "Hujan Bulan Juni" Karya Sapardi Djoko Damono
Mengheningkan puisi berisi doa dan harapan berisi kompilasi diksi-diksi menawan untuk Sapardi Djoko Damono
Sapardi Djoko Damono, penyair terkenal Indonesia yang muncul dalam Google Doodle. Kenapa bisa begitu?