SEBAB TUANDuhai, tuan yang rupawanSajakku semakin berlepotanSejak engkau berputar haluanDari hatiku cemplung ke kubanganHaruskah aku pertahankan
Entah mengapa semesta menakdirkan luka sebagai musim kemarau paling lama
Pada hujan yang sesaat singgah Kedatanganmu kembali mataku basah
Puisi tentang insan lain dari sudut pandang kaca jendelaku
Pagi ini butuh kopi biar terseduh apa saja yang baik
Seorang bocah di lampu merah, mengayunkan menggoncangkan wadah
Sudah cukup lama aku tak menyapamu, terkahir tempo hari saat tangisanmu mengkhawatirkan aku
Pagi yang Demikian. Sekian kalinya di pagi seseorang menyarukan sepi
Lelah berseteru dengan keinginan, mengingatmu adalah sebuah kehampaan
Sudah kucoba menikam udara sambil memainkan kata-kata
Dayungku tak berhenti mengayuh, sekalipun badai bergemuruh
Sepagi ini aku tidak mampu membendung ingin, menari meliuk mengikuti nyanyian angin
Seorang penyair kehilangan diksi, dia merasa asing dengan diri sendiri
Pada sekelumit pagi yang biasa saja, cinta mempertanyakan keberadaannya
Terkadang, aku harus sepaham, ketika hujan datang begitu mencekam
Siang ini cuaca tak bersahabat, dari terang langit tiba-tiba gelap begitu pekat
Biarkan hujan bercerita tentang air mata yang terkikis luka
Siang ini aku menjemur duka, Semoga lekas dikeringkan sang surya
Barangkali sepi telah menjelma doa pada setiap pagi yang bercerita tentang kita
Ada rasa yang menyelinap. Mengakui segala silap....