Cahaya, engkau datang membawa harapan,Menerangi jiwa, mengusir kesedihan.Dalam kegelapan, engkau menjadi panduan,Menunjukkan jalan, menuju kebahagiaan
Sampai hari ini aku masih bertanyaMengapa engkau pergi begitu saja?Takkah engkau tahu rasa hatiku?Tak ada kata yang engkau ucapkanTak ada pesan engkau
Namun pelangi telah dicuri dari senja, hingga tak mampu senyum setelah hujan hari ini
Fikus dan KeberanianEngkau, seperti pohon fikus,Berdiri tegar meski angin menderu.
matahari terbaring dalam keranda usungan/bahkan senja/mengatup tanpa salam
Pantaslah engkau gembira. Tersendiri, katamu, sebuah kesenian baru.
Selamat Hari Guru NasionalGuru Cahayamu Pelita hidupkuSelamat Hari Besarmu Guru
lelah dalam perjalanan menuju keabadian, guru yang selalu membimbing menuju jalan pengabdian
Tapi untuk membangun bangsa ini, Menjadikan kami lentera di kegelapan hari.
Engkau Guru Hebat Ku, yang mana aku telah menggapai cita-cita dan sukses karena bapak dan ibu Guruku yang Hebat. Engkau yang membuat aku sukses
Dalam keindahan senja yang berwarna jingga, terjalin kisah cinta yang indah namun penuh kesedihan.
lelaki berjalan sendiri/di belakang meluas luka diri
Engkau yang berdiri di puncak tertinggi,Tak sadarkah luka yang kau beri
Oh, Embun…Jangan tinggalkan aku pada pembukaan pertama dari kelahiran puisiku...Jangan biarkan puisiku pupus tanpa kehadiranmu di sisiku...
Agar jiwa ini senantiasa merasa, nikmat dari-Mu, di setiap nafas kehidupan
Dalam peziarahan hidupku Ada seni antara senyum dan air mata Dapatkah engkau memadukannya?
Sebuah puisi yang melukiskan rasa tentang anak dan retorikanya.
Kunikmati lara ini sendiriKutapaki hariku dalam dukaBerteman dengan bayangmuyang tak pernah mau pergidari ceruk hatiku
Mari menjadi tidak sederhana, buka tidak bisa memilikinya. hanya saja saya memilih untuk tidak memilikinya. tidak ada yang perlu dibuktikan