Entah karena patung warisan nenek moyang itu yang membuat kepalanya puyeng, Armenius menukarnya dengan secangkir kopi di pedagang kaki lima
Piala dunia yang kau nantikan atau aku yang kau rindukan?
Jangan baca ini kalau kau sulit menahan diri untuk tidak bicara
Benar, ia sepertinya pencuri batu nisan. Ia menyelimuti kepalanya dengan sarung. 10 menit menantikannya, namun suara isak terdengar
Nara, bisakah kau beri aku satu kata kepastian, untuk mengulang kembali empat tahun yang kusia-siakan?
Pria tuna rungu wicara ini menyesali kesulitannya mengungkapkan emosinya pada gadis berambut Ikal
Tentang kursi kerajaan antah berantah yang sudah lapuk, kerajaannya dipenuhi banjir karena kebocoran di mana-mana
Air mata ibu terus menetes, namaku terus disebutnya tanpa henti. Aku berbisik syukur. Hanya itu yang bisa kuucap, malam itu
Kopi Hitam dari Pulau Sandelwood, tidakkah kaurindui? Aroma jahe keprek dan kayu manis tak bisa dilupakan
Pula, kau itu bagai ombak besarMenderu-deru di dalam jiwaMenakutkan laksana lara tanpa penawar
Menyesal! 10 tahun menikah dengan pria yang digerogoti virus Tuberculoses (TBC) tulang pilihan ayahku
Bagai terpanah busur yang menyasar, itulah rindu yang kita tanggung: sama namun pada raga yang beda.
Begitu rupa kau perhatikan hujan dan terik matahari, tapi kapan kau tulis puisi untukku?
Aku pernahBermimpi untuk menjadi duta perdamaian saat aku tidak pernah mampu memperbaiki pergolakan batin kita berdua